Jurnalisme Islam adalah proses meliput, mengolah, dan menyebarluaskan berbagai peristiwa dengan muatan nilai-nilai Islam, serta berbagai pandangan dengan perspektif ajaran Islam kepada khalayaknya.
Jurnalisme Islam dapat pula dimaknai sebagai proses pemberitaan atau pelaporan tentang berbagai hal yang sarat dengan muatan dan sosialisasi nilai-nilai Islam dengan mengedepankan dakwah Islamiyah.
Defenisi tersebut dikemukakan oleh Suf Kasman dalam bukunya yang berjudul Jurnalisme Universal (2004). Kemudian dibantah oleh Andreas Harsono dalam bukunya yang berjudul Agama Saya Adalah Jurnalisme (2010). Menurutnya, jika suatu jurnalisme dikaitkan dengan pemahaman lain, entah itu fasisme, komunisme, kapitalisme, atau agama sekalipun, maka defenisi tersebut lebih tepat disebut propaganda.
Menurut Andreas Harsono jurnalisme adalah bagian dari komunikasi. Namun tidak semua elemen komunikasi adalah jurnalisme. Propaganda maupun dakwah juga bagian dari komunikasi. Namun menyamakan propaganda dengan jurnalisme, atau menyamakan dakwah dengan jurnalisme akan menciptakan kebingungan yang serius dengan daya rusak yang besar.
Menurut Wahidin Saputra Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jurnalisme Islam muncul ketika wartawan Eropa meliput berita di daerah Timur Tengah dan banyak menemukan istilah-istilah Islam. Seperti kata “Jihad” yang membuat konotasinya menjadi buruk jika dimasukkan ke dalam istilah barat “Terrorism”. Menyebabkan mereka (para jurnalis Eropa) belajar dan memahami Islam dan muncullah istilah Islamic Journalism.
“Islamic Journalism atau jurnalisme Islam sendiri pada awalnya adalah menyampaikan informasi atau berita yang menjelaskan tentang hal-hal yang berkaitan dengan dunia Islam”. Ungkap Wahidin ketika ditemui di ruangannya.
Sampai saat ini, tambah Wahidin. Secara disiplin ilmu, jurnalisme Islam belum ada. “Secara akademis belum dikaji, tapi secara prakteknya sudah banyak. Pada kenyataannya banyak media Islam yang identik dan bersifat Islami”, ungkapnya.
Penelitian pada redaksi Republika yang dilakukan pada tahun 2007 oleh R. Rudi Agung Prabowo Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang dalam skripsinya menunjukkan bahwa pandangan jurnalis Republika mengenai konsepsi jurnalisme Islam memiliki tiga diferensiasi yang mencolok.
Pertama, Metode jurnalistik dan etika Islam ada kesesuaian, namun untuk saat ini jurnalisme Islam masih belum ada. Kedua, Jurnalisme Islam dengan jurnalisme lainnya sama. Jurnalisme yang baik adalah berpihak pada yang ditindas, berpihak pada yang lemah, memegang prinsip-prinsip kejujuran, keadilan, kebenaran, dan mengkritisi ketidakadilan. Jika ada jurnalisme seperti itu, hal itu baik, dan itu adalah Islam.
Ketiga, Jurnalisme adalah mengedepankan aspek-aspek universal dan tidak ada istilah jurnalisme Islam, Kristen, dan sebagainya. Disisi lain, peneliti menemukan pula kesamaan pandangan jurnalis dalam memaknai konsepsi jurnalisme Islam, yakni jurnalisme Islam mengedepankan kemaslahatan umat.
“Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jurnalisme Islam dalam pandangan jurnalis Republika adalah Jurnalisme Islam itu belum lahir, tidak ada dikotomi dalam jurnalisme Islam, serta jurnalisme Islam Populer lainnya.” Ungkap R. Rudi Agung Prabowo dalam penelitiannya.
Walaupun demikian, menurut Iwan Awaluddin Yusuf Peneliti di Pusat Kajian Media dan Budaya Populer (PKMBP) Yogyakarta. Jurnalistik Islami adalah jurnalisme dakwah, maka setiap jurnalis dan pengelola media yang berpredikat muslim berkewajiban menjadikan jurnalistik Islami sebagai ideologi dalam profesinya. Baik yang bekerja pada media massa umum maupun media massa Islam. Di sisi lain dakwah merupakan kewajiban yang melekat pada diri setiap muslim.
Jurnalisme dakwah menjadi mutlak dikenalkan sejak dini dalam dunia pendidikan komunikasi dan jurnalistik. Mengingat mahasiswa Ilmu Komunikasi adalah calon-calon jurnalis dan praktisi komunikasi dimasa mendatang. Sehingga jika nilai-nilai keislaman terpancar dari ruh para jurnalis dan pengelola media, niscaya tidak akan bermunculan kemunkaran berkedok aktivitas jurnalistik. Tambah Iwan Awaluddin yang juga sebagai Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia dalam salah satu artikelnya yang berjudul Hijrah Bermedia Massa dengan Jurnalisme Dakwah.