IDENTITAS BUKU
Judul: PANDANGAN-DUNIA TAUHID
Karya: Murtadha Muthahhari
Diterjemahkan dari Fundamentals of Islamic
Thought: God, Man and the Universe, Bab
“The World View of Tauhid”, Karya
Murtadha Muthahhari, Mizan Press, 1985
Penerjemah: Agus Effendi
Penyunting: Ilyas Hasan
Hak terjemahan dilindungi undang-undang
All rights reserved
Cetakan I, Muharram 1410/Agustus 1983
Cetakan II, Dzulqa’dah 1413/Mei 1993
Cetakan III, Rabi’ Al-Tsani 1415/September 1994
Diterbitkan oleh Yayasan Muthahhari, Bandung
Desain Sampul: Art Ghaida
Resensi:
Setiap jalan dan filsafat hidup di dasarkan pada pandangan tentang maujud atau keterangan dan analisis tentang alam. Dasar ini diistilahkan dengan “pandangan-dunia” (worldview). Semua agama, adat-istiadat, aliran pemikiran, dan filsafat sosial, bersandar pada pandanga-dunia. Tujuan, metode, kewajiban dan larangan suatu aliran pemikiran semuanya niscaya merupakan hasil dari pandangan-dunia aliran pemikiran tersebut. Para filosofmembagi pemikiran menjadi dua: kebijakan teoritis dan kebijakan praktis. Kebijakan teoritis ialah pemahaman tentang alam sebagaimana adanya, sedangkan kebijiakan praktis adalah pemahaman tentang perilaku kehidupan sebagaimana mestinya. Dan yang semestinya ini diturunkan secara logis dari yang sebagaimana adanya.
Buku ini akan membahas bagaimana pandangan tauhid terhadap dunia. Bagian awal dari buku ini membahas tentang perbandingan pandangan-dunia terhadap tauhid. Mulai dari pandangan-dunia ilmiah, pandangan-dunia filosofil, dan pandangan dunia agamawi. Selain itu buku ini juga merinci tentang kriteria pandangan dunia, pandangan-dunia tauhid, dan pandangan-dunia islam.
Pandangan-Dunia Tauhid
Arti pandangan-dunia tauhid ialah pemahaman bahwa alam dapat maujud melalui suatu kehendak bijak, dan bahwa tatanan kemaujudan berdiri diatas dasar kebaikan dan rahmat, agar maujud-maujud dapat mencapaikesempurnaan mereka. Arti pamdangan –dunia tauhid ialah bahwa alam berkutub satu dan berpusat satu, dan bahwa alam padahakikatnya dari (milik) Allah dan kembali kepada-Nya. (QS 2 : 156)
Alam semesta, menurut pandangan-dunia ini, bergerak dalam suatu sistem harmonis yang menuju ke satu arah, yaitu ke satu pusat. Tidak ada satu makhlik pun yang diciptakan dengan sia-sia dan anpa tujuan. Alam semesta diatur dengan serangkaian aturan yang pasti yang dinamakn norma-norma ilahi. Di antara maujud-maujud, hanya manusialah yang memiliki kemuliaan khusus dan bertanggung jawab atas evolusi dirinya serta kesejahteraan masyarakatnya. Alam merupakan sekolah manusia, dan Allah memberikan pahala kepada setiap manusia sesuai kesungguhan niat dan upayanya.
Pandangan-dunia tauhid didukung oleh kekuatan logika, ilmu dan nalar. Di dalam setiap partikel alam terdapat tanda adanya satu pencipta yang Bijaksana dan Mahatahu. Dan setiap lembar daun merupakan suatu ringkasan pengetahuan tentang-Nya. Pandangan-dunia tauhid memberikan ruh, tujuan, dan makna kepada kehidupan, karena ia menempatkan manusia di jalan kesempurnaan yang tidak ada batasnya.
Pandangan-dunia tauhid memiliki daya tarik. Ia dapat memberikan kekuatan dan kebahagiaan di dalam jiwa. Ia memberikan tujuan-tujuan luhur dan suci, dan membuat orang rela berkorban. Pandangan-dunia tauhid adalah satu-satunya pandangan-dunia yang di dalamnya komitmen dan tanggung jawab individu terhadap yang lainnya menemukan makna. Begitu juga, ia merupakan satu-satunya pandangan-dunia yangmampu menyelamatkan manusia dari keterperosokan ke dalam lembah kesia-siaan.
Buku ini menjelaskan bagaimana pandangan dunia terhadap tauhid, sangat cocok dijadikan referensi untuk mempelajari ilmu tauhid. Selain itu juga menjelaskan tentang berbagai aspek yang berhubungan dengan ketauhidan. Seperti membahas tentang tingkat-tingkat tauhid, tingkat-tingkat syirik, batas antara tauhid dan syirik, dan masalah kejujuran dan keikhlasan.
Buku ini juga menjelaskan secara rinci beberapa poin-poin penting dari setiap bab yang dibahas dengan baik. Namun, juga ada sebagian poin yang tidak dijelaskan secara menyeluruh dan mendalam. Tapi buku ini memberikan rujukan buku apabila ingin mempelajari lebih lanjut tentang poin-poin tersebut, karena mengingat jenis buku ini tergolong dalam buku saku yang tidak terlalu tebal jadi membahas yang penting-penting saja.
Pandangan-Dunia Realistis
Pada bagian kedua buku ini, membahas tentang pandangan-dunia realistis. Islam adalah agama yang mempercayai kebenaran dan realitas. Kata isalam berarti berserah diri (taslim) syarat pertama menjadi manusia Muslim adalah berserah diri pada realitas dan kebenaran. Islam menolak segala bentuk kekerashatian, kekeraskepalaan, fanatisme, taklid buta, semangat kekelompokan, dan egoisme, karena semua itu bertentangan dengan ruh berserah diri kepada kebenaran dan realitas.
Islam memandang bahwa orang yang mencari kebenaran, yang tidak memiliki pertimbangan-pertimbangan pribadi, dan yang berjuang meraih kebenaran tetapi tidak berhasil, bisa dimaafkan. Sedangkan orang yang keras hati dan keras kepala danmenerima kebanaran dengan cara taklid, atau karena keturunan dan sebagainya, tidak demikian. Muslim hakiki, pria atau wanita, senantiasa merindukan kebenaran. Karena itu dia akan selalu pula mengambil dan mengintegrasikan kebijakan dan kebenaran di mana saja dan dari siapa saja datangnya. Dalam mencari kebenaran dan ilmu, dia tidak menunjukkan sedikitpunfanatisme, dan dia akan menjelajahi kesetiap penjuru dunia untuk mendapatkan kebenaran dan ilmu tersebut.
Muslim hakiki akan mencari kebenaran sepanjang hidupnya, ke setiap tempat dan kepada setiap orang, kaena dia yakin bahwapemimpin agung Islam (Rasulullah SAW) telah mewajibkan semua muslim untuk mencari ilmu. Beliau juga bersabda, “ambillah kebijakan itu sekalipun dari seorang musyrik,” dan “Kebijakan adalah milik mukmin yang hilang.” Beliau juga bersabda, “Carilah ilmu walaupun di negeri Cina,” dan “Carilah ilmu sejak buaian hingga liang lahad.”
Islam mengutuk taklid buta yang dangkal, yaitu pandangan sepihak atas berbagai masalah, taklid kepada orang tua dan kepada tradisi warisan, karena semua itu bertentangan dengan ruh berserah diri kepada kebenaran dan bertentangan dengan kehendak Islam agar kebenaran jaya, dan karena semua itu membuat orang berbuat salah, menyimpang dan jauh dari kebenaran.
Tingkat-Tingkat Tauhid
Selanjutnya pada bab ini yaitu tingkat-tingkat tauhid membahas tentang tingkatan-tingkatan tauhid. Mulai dari tauhid zati, tauhid sifati, tauhid amali, tauhid dalam ibadah, dan tauhid praktis. Selain itu, pada bab ini juga membahas tentang hubungan manusia dengan tauhid, dan teori-teori yang berhubungan dengan tauhid. Seperti teori materialistis, teori idealistis dan teori realistis.
Tauhid zati adalah mengetahui zat Allah dalam keesaan dan ketunggalan-Nya. Setiap muwahhid mengetahui bahwa Dia itu Mahakaya, yakni segala sesuatu membutuhkan Dia dan menerima pertolongan-Nya, sedangkan Dia tidak membutuhkan segala sesuatu pun: wahai manusia, kalianlah yang membutuhkan Allah, dan Allah, Dialah yang Mahakaya lagi Maha Terpuji” (QS 35: 15). Dalam bahsa filosof, Dia adalah wujud yang mesti ada.
Tauhid sifati adalah memahami bahwa Zat-Nya adalah sifat-sifat-Nyaitu sendiri, bahwa sifat-sifat-Nya satu sama lain sama. Tauhid Zati menafikan keberadaan sekutu dan penyerupa, sedangkan tauhid sifati berarti menafikan keberadaan segala bentuk pluralitas dan kemajemukan pada Zat itu sendiri. Meski Zat Allah dilukiskan dengan sifat-sifat sempurna, yaitu indah dan agung, namun ia tidak memiliki berbagai aspek obyektif. Membedakan Zat dengan sifat atau sesama sifat berarti membatasi wujud. Bagi suatu wujud tak terbatas, yang tidak bisa dibayangkan adanya wujud lain dari wujud itu, tak bisa pula dibayangkan adanya pluralitas, kemajemukan, atau perbedaan antara zat dan sifat.
Tauhid amali adalahmemahami bahwa alam, dengan seluruh sistem, norma, dan sebab-akibatnya, merupakan perbuatan dan karya-Nya, serta timbul dari kehendak-Nya. Karena maujud-maujud di alam ini pada hakikatnya tidak mandiri, yaitu semuanya bergantung pada-Nya. Maka maujud-maujud ini tidak mandiri baik dalam akibat maupun sebab. Dengan begitu, karena Allah tidak bersekutu dengan Zat, maka Dia juga tidak bersekutu dalam perantaraan (agensi). Setiap agen dan sebab mendapatkan realitas, kemaujudan, pengaruh dan agensi dari-Nya. Setiap agen diwujudkan oleh Allah SWT. ”Allah-lah yang berkehendak, tidak ada daya dan upaya kecuali dari Allah.”
Tiga tingkatan tauhid di atas merupakan tauhid teoritis dan termasuk pengetahuan, sedang tauhid dalam ibadah adalah tauhid praktis dan termasuk dalam mengada dan menjadi. Tiga tingkat pertama tauhid di atas mencerminkan pemikiran yang benar, tahap ini merupakan mengada dan menjadi benar. Tauhid teoritis adalah pengertian tentang kesempurnaan, sedangkan tauhid praktis merupakan gerakan kearah kesempurnaan. Tauhid teoritis berarti memahami keesaan Allah, sedangkan tauhid praktis berarti membawa manusia ke dalam kesatuan. Tauhid teoritis adalah “melihat”, sedangkan tauhid praktis, “bergerak”.Tauhid praktis, atau tauhid dalam beribadah berarti beribadah kepada Allah. Dalam islam ibadah itu bertingkat-tingkat.
Tingkat ibadah paling jelas adalah melakukan ritus pemuliaan dan pengukuhan transendensi sedemikian, sehingga sekiranya keduanya bukan dilakukan bagi Allah, berarti benar-benar keluar dari lingkungan umat tauhid, yang sekaligus dari pangkuan islam. Akan tetapi dalam pandangan islam, ibadah tidak terbatas pada tingkat ini saja. Setiap pemilihan orientasi, sebuah ideal, dan kiblat spritual, adalah ibadah. “Apakah engkau lihat orang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya?” (QS 25: 43).
Tingkat-Tingkat Syirik
Sebagaimana tauhid bertingkat-tingkat, begitupun dengan syirik. Dengan memperbandingkan tingkat-tingkat tauhid dan tingkat-tingkat syirik, kita dapat dengan lebih baik mengetahui tauhid dan syirik. Menurut kaidah, “kita dapat mengetahui sesuatu melalui kebalikannya.” Di samping terdapat tauhid yang diserukan oleh para nabi sejak fajar sejarah, terdapat pula bentuk-bentuk syirik.
Dalam bab ini di bahas poin-poin tentang jenis-jenis syirik, mulai dari syirik zati, syirik dalam kepenciptaan, syirik dalam sifat, dan syirik dalam ibadah.Syirik zati, sebagian umat meyakini dua, tiga, atau lebih prinsip azaliah yang abadi dan mandiri (dualisme, trinitarianisme, dan politeisma). Mereka meyakini bahwa alam memiliki lebih daripada satu basis, kutub atau fokus. Syirik dalam kepenciptaan, sebagian orang memandang Allah sebagai Zat yang tidaka ada sesuatu pun menyerupainya, dan menganggap sebagai satu-satunya prinsip alam, tetapi memandang makhluk-makhluk tertentu sebagai sekutu bagi Allah dalam kepenciptaan.
Bagian terakhir buku ini membahas tentang masalah kejujuran dan keikhlasan.Dalam bab terakhir ini terdapat beberapa poin lagi. Diantaranya tentang kesatuan alam, alam ghaib dan alam nyata, dunia dan akhirat, kearifan Maha luas dan keadilan Allah, kemandirian dan kesempurnaan, dan yang terakhir adalah prinsip keadilan dalam kultur Islam. Bab terakhir ini menggambarkan hubungan semua poin-poin tersebut diatas dalam hubungannya dengan tauhid.
OLEH: ALI RAHMAN MUTAJALLI
JURNALIS II/C
NIM: 1110 0511 00077
KONSENTRASI JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2011 M / 1432 H