وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi...” (QS. Al-Baqarah [2]:30)
Di negara kita, dikenal istilah demokrasi. Suatu pemerintahan yang dalam pembentukannya dijalankan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Artinya, negeri ini terbentuk atas kesepakatan bersama yang idenya berasal dari rakyat dan dalam pemerintahannya juga dikendalikan oleh rakyat serta tujuannya adalah untuk kepentingan dan kesejahteran rakyat.
Begitu pula dalam hubungannya antara manusia dengan Tuhan, melakukan demokrasi yang saling mengikat janji dan kerja sama saling menguntungkan. Istilah ini menurut Cak Nur disebut sebagai perjanjian primordial. Ditanya soal apa nama demokrasi antara Allah dan manusia itu? Beliau menjawab “Demokrallah,” yaitu suatu pemerintahan spritual dunia akhirat yang disepakati bersama, yang dirumuskan gagasannya oleh Allah, lalu manusia menyetujuinya dengan sepenuh hati, di mana Tuhan sebagai penguasa Majelis Permusyawaratan Dunia Akhirat (MPDA), sedangkan manusia sebagai eksekutif (khalifah) di muka bumi.
هُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلَائِفَ فِي الْأَرْضِ
“Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi...” (QS. Fathir [35]: 39)
Dengan menjalankan pemerintahannya dan dibantu oleh para menteri dan panglima hati nurani, akal, dan hawa nafsu. Manusia harus mampu mengendalikan dan menjalankan serta mensejaherahkan rakyatnya dari berbagai golongan, seperti mata, hidung, telinga, mulut, tangan, kaki, dan kepala. Kemudian pada masa akhir jabatannya (meninggal) manusia harus melaporkan pertanggung jawabannya sebagai khalifah di Mahkamah Keadilan (MK) Sang Maha Adil, Allah.
Suatu hari seorang sultan berjalan mengelilingi kota. Setiap orang membungkuk padanya kecuali seorang darwis tua. Sang darwis tetap duduk dan terus berzikir kepada Allah sambil memutar tasbih. Sultan berhenti dan memanggil darwis itu agar menghampirinya.
“Mengapa kau tidak membungkuk padaku ketika orang-orang membungkuk?” tanya sulatan.
Darwis tersebut menjawab, “Orang lain takut kepada kekuasaanmu dan menginginkan hartamu. Pantaslah jika mereka membungkuk padamu. Aku hanya takut pada Allah. Aku hanya mendambakan anugrah-Nya untukku. Jadi, tidaklah pantas aku membungkuk kepadamu.”
Sang sultan merasa tersinggung, tetapi darwis tersebut melanjutkan jawabannya, “Selain itu, seorang manusia yang bebas tidak boleh membungkuk pada seorang budak.” Wajah sultan memerah dan memucat karena marah. Para prajuritnya mulai menghunus pedang mereka.
Dengan tenang sang darwis berkata, “Anda tahu, Anda masih menjadi budak dari kemarahan dan kehormatan Anda, sementara aku telah membebaskan diri dari dominasi egoku dan sifat hewaniku.” Sultan kemudian menyuruh prajuritnya pergi. “Tinggalkan ia sendiri, ia hamba Allah dan berada di luar kekuasaanku.”
Ketahuilah bahwa pemimpin tidak hanya seorang presiden, raja, sultan, atau hingga ketingkat paling bawah ketua RT dan atau kepala rumah tangga. Memang semua jabatan ini adalah pemimpin. Hanya saja, sebelum kita menjadi pemimpin, kita harus tahu bahwa meskipun kita tidak menjabat sebagai presiden, menteri, gubernur hingga ketua RT atau belum menikah sekalipun agar menjadi kepala rumah tangga, seharusnya kita sadar bahwa kita semua adalah pemimpin, yaitu pemimpin bagi diri kita sendiri.
“Setiap orang dari kamu adalah pemimpin dan kamu bertanggung jawab terhadap kepemimpinan itu,” kata Rasulullah.
Hal ini yang harus dicamkan baik-baik. Kalau kita baik dalam memimpin atau memanage diri kita sesuai dengan tempatnya, dapat memimpin bagaimana agar hati kita tenang. Maka akal kita makin cerdas untuk menilai mana yang baik dan mana yang buruk, hawa nafsu kita terkendali serta didukung oleh panca indera kita yang merupakan rakyat kita. Paling tidak kita sudah berhasil memimpin diri kita dari dalam sebelum kita memimpin keluar dengan memegang jabatan apapun di masyarakat.
Jika Anda sudah bisa memimpin diri Anda dengan sebaik mungkin berarti dapat disebut sebagai “Khalifah Allah, Wakil, Citra Tuhan di muka bumi. Yakni mewakili sifat-sifat kebaikan Tuhan, seperti jujur (mewakili sifat Tuhan Yang Maha Jujur), kasih sayang (mewakili sifatTuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang), dan sifat-sifat Tuhan lainnya yang berjumlah 99 (al-asma al-husna).