I. PENGERTIAN, RUANG LINGKUP, DAN MANFAAT MEMPELAJARI ILMU AKHLAK
A. Pengertian Ilmu Akhak
Akhlak berasal dari bahasa Arab إسم مصدر (bentuk Infinitif) yaitu dari kata أخلق، يخلق، إخلا قا yang berarti al sajiah (perangai), ath-thabiiyah ( kekuatan, tabiat, watak dasar), al adapt (kebiasaan, kelaziman), al- maruah (peradaban yang baik), dan al-din (agama).
Menurut Ibnu Miskawa (421H-1030H) akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan permikiran dan pertimbangan.
B. Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Akhlak
Ruang lingkup pembahasan ilmu akhlak adalah membahas tentang perbuatan-perbuatan manusia, kemudian menetapkannya apakah perbuatan tersebut baik atau perbuatan yang buruk.
Objek pembahasan ilmu akhlak adalah sesuatu yang berkaitan dengan norma atau penilaian terhadap suatu yang dilakukan seseorang.
C. Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak
Manfaat mempelajari ilmu akhlak adalah untuk memberikan pedoman atau penerangan bagi manusia dalam mengetahui perbuatan yang baik dengan berusaha melakukannya dan perbuatan yang buruk dengan berusaha untuk menghindarinya.
II. HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN ILMU LAINNYA
A. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tasawuf
Ilmu Tasawuf bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan menghiasi diri dengan perbuatan yang terpuji.
Dalam ilmu tasawuf dikenal istilah tasawuf akhlaki, pada taswuf akhlaki pendekatan yang digunakan adalah pendekatan akhlak yang tahapannnya terdiri dari takhkalli yaitu menghiasi diri dengan akhlak terpuji, dan tajalli yaitu terbukanya hijab yang membatasi manusia dengan tuhan, sehingga nur ilahi tampak jelas padanya.
B. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tauhid
Ilmu tauhid tampil dalam memberikan landasan terhadap ilmu akhlak, dan ilmu akhlak tampil memberikan penjabaran dan pengamalan dari ilmu tauhid. Ilmu tauhid tanpa akhlak yang mulia tidak akan ada artinya, dan akhlak yang mulia tanpa tauhid tidak akan kokoh. Selain itu memberikan arah terhadap akhlak, dan akhlak memberi isi terhadap arahan tersebut. Di sinilah letaknya hubungan ilmu akhlak dan ilmu tauhid.
C. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Jiwa
Ilmu jiwa mengarahkan pembahasannya pada aspek batin manusia dengan cara menginterpretasikan perilakunya yang tampak. Untuk mengembangkan ilmu akhlak kita dapat memanfaatkan informasi yang diberikan oleh ilmu jiwa. Ilmu jiwa juga dapat memberi masukan dalam rangka merumuskan tentang metode dan pendekatan dalam pembinaan akhlak.
D. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Pendidikan
Mohd. Athiah al-Abrasyi mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari pendidikan islam, dan tujuan pendidikan islam adalah terbentuknya seorang hamba yang patuh dan tunduk melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi larangannya serta memiliki sifat-sifat dan akhlak yang mulia. Pendidikan islam merupakan sarana yang mengantarkan anak didik agar menjadi orang yang berkhlak.
E. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Filsafat
Filsafat membahas tentang Tuhan, alam dan makhluk lainnya. Dari pembahasan ini akan diketahui dan dirumuskan tentang cara-cara berhubungan dengan Tuhan dan memperlakukan makhluk serta alam lainnya. Dengan demikian akan dapat diwujudkan akhlak yang baik terhadap Tuhan, alam dan makhluk Tuhan lainnya. Manusia perlu melengkapi dirinya dengan berbagai ilmu yang sangat akrab dan berdekatan dengan berbagai permasalahan yang ada di sekitar kehidupan manusia.
III. INDUK AKHLAK ISLAMI
Dalam berbagai literatul tentang ilmu akhlak islami dijumpai uraian tentang akhlak yang secara garis besar dapat dibagi dua yaitu, akhlak yang baik (al-akhlak al-karimah), dan akhlak yang buruk (al-akhlak al-mazmumah). Baerbuat adil, jujur, sabar, pemaaf, dermawan dan amanah termasuk akhlak yang baik. Sedangkan berbuat zalim, berdusta, pemarah, pendendam, kikir dan curang termasuk ke dalam akhlak yang buruk.
IV. SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ILMU AKHLAK
A. Ilmu Akhlak di Luar Agama Islam
Akhlak pada bangsa Yunani
Pertumbuhan dan perkembangan ilmu akhlak pada bangsa Yunani baru terjadi setelah munculnya Sophisticians yaitu, orang-orang yang bijaksana (500-450 SM) dasar yang digunakan pemikir Yunani dalam membangun ilmu akhlak adalah pemikiran filsafat tentang manusia yang lebih bersifat filosofis.
Akhlak pada agama Nasrani
Menurut agama ini bahwa Tuhan adlah sumber akhlak, bersifat teo-centri (memusat pada Tuhan) dan sufistik (bercorak batin) dan pendorong berbuat kebajikannya cinta dan iman kepada Tuhanberdasarkan petunjuk kitab Taurat. Agama ini menjadikan roh sebagai kekuasaan yang dominan terhadap diri manusia.
Aklhak pada bangsa Romawi
Ajaran akhlak yang lahir di Eropa pada abad pertengahan itu adalah ajaran akhlak yang dibangun dari perpaduan antara ajaran Yunani dan ajaran Nasrani.
Aklak pada bangsa Arab
Bangsa Arab pada zaman jahiliah tidak mempunyai ahli-ahli Filsafat yang mengajak pada aliran paham tertentu. Bangsa Arab hanya mempunyai ahli-ahli hikmah dan ahli-ahli syair. Di dalam kata-kata hikmah dan syair tersebut dapat dijumpai ajaran yang memerintahkan agar berbuat baik dan menjauhi keburukan.
B. Akhlak pada Agama Islam
Ajaran akhlak menemukan bentuknya yang sempurna pada agama Islam dengan titik pangkalnya pada Tuhan dan akal manusia. Semua itu terkandung dalam ajaran Al-Qur’an dan Al-Hadits. Agama islam pada intinya mengajak agar percaya kepada Allah dan mengakui-Nya bahwa Dialah pencipta, pemilik, pemelihara, pelindung, pemberi rahmat, pengasih dan penyayang terhadap segala makhluk-Nya.
C. Akhlak pada Zaman Baru
Akhlak pada zaman baru dibangun berdasarkan penyelidikan-penyelidikan menurut kenyataan empiric dan tidak mengikuti gambaran-gambaran khayal atau keyakinan yang terdapat dalam ajaran agama. Mereka menggunakan ajaran akhlak yang bersumber pada logika kemudian melahirkan etika dan moral yang berbasis pada pemikiran akal pikiran yang bersifat individualitik, mandiri dan inofatif. Kemudian diarahkan pada perbaikan yang berkaitan dengan kehidupan para pemuda, wanita dan anak-anak.
V. ETIKA, MORAL DAN SUSILA
A. Etika
Etika adalah perbuatan yang dilakukan oleh manusia yang bersumber pada akal pikiran atau filsafat. Berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap suatu perbuatan yang dilakukan manusia dan bersifat relative yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman.
B. Moral
Moral adalah perbuatan manusia yang tumbuh dan berkembang berdasarka norma-orma yang berada dalam dataran realitas dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang di masyarakat yang bersifat objektif dan universal.
C. Susila
Kata susila digunakan untuk arti sebagai aturan hidup yang lebih baik. Susila dapat pula beraarti sopan, beradab, baik budi bahasanya. Dan kesusilaan sama dengan kesopanan. Dengan demikian, kesusilaan lebih mengacu kepada upaya membimbing, meandu, mengarahkan, membiasakan dan memasyarakatkan hidup sesuai dengan norma atau nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
D. Hubungan Etika, Moral dan Susila dengan Akhlak
Keberadaan etika, moral dan susila sangat dibutuhkan dalam rangka menjabarkan dan mengoperasionalisaisakn ketentuan akhlak yang terdapat didalam al-Qur’an. Disisi lain akhlak juga berperan untuk memberikan batas-batas umum dan universal agar apa yang dijabarkan dalam etika moral dan susila tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang luhur dan tidak membawa manusia menjadi sesat.
VI. BAIK DAN BURUK
A. Pengertian Baik dan Buruk
Baik adalah sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan, sesuatu yang menimbulkan rasa keharuan dalam kepuasan, kesenangan, persesuaian. Baik juga berarti sesuatu yang mempunyai nilai kebenaran atau nilai yang diharapkan yang memberikan kepuasan. Kebaikan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan yang luhur, bermartabat, menyenangkan dan disukai manusia.
Buruk adalah sesuatu yang tidak baik, tidak seperti yang seharusnya, tidak sempurna dalam kualitas, dibawah standard dan tidak disukai kehadirannya oleh manusia.
B. Penentuan Baik dan Buruk
Penentuan baik atau buruk itu bersifat subjektf dan relatif tergantung pada individu atau kelompok atau paham yang menilainya.
C. Siat dari Baik dan Buruk
Sifat dari baik dan buruk sesuai dengan sifat filsafat yaitu berubah, relative, nisbi, dan tidak universal dan didasarkan pada pandangan intuisisme.
D. Baik dan Buruk Menurut Ajaran Islam
Ajaran Islam adalah ajaran yang bersumber dari wahyu Allah SWT. Menurut ajaran Islam penentuan baik dan buruk harus didasarkan pada petunjuk al-Qur’an dan al-Hadits. Baik dan buruk dalam ajaran Islam dari satu segi mengandung nilai universal dan mutlak yang tidak dapat berubah, sedangkan pada segi lain dapat menampung nilai yang bersifat local, dan dapat berubah sebagaimana yang diberikan oleh etika dan moral. Dengan demikian keuniversalan ketentuan baik buruk dalam ajaran Islam tetap sejalan dengan kekhususan yang terdapat pada nilai budaya yang berkembang dalam masyarakat.
VII. KEBEBASAN TANGGUNG JAWAB DAN HATI NURANI
A. Pengertian Kebebasan
Kebebasan adalah segala macam kegiatan manusia yang di sadari, disengaja, dan dilakukan demi suatu tujuan yang selanjutnya disebut tindakan.
Dilihat dari segi sifatnya, kebebasan apat dibagi tiga yaitu:
Kebebasan jasmaniah yaitu kebebasan dalam menggerakkan dan menggunakan anggota badan yang kita miliki.
Kebebasan kehendak (rohaniah) yaitu kebebasan untuk menghendaki sesuatu.
Kebebasan moral yaitu tidak adanya ancaman, tekanan, larangan dan desakan yang sampai berupa paksaan fisik.
B. Tanggung Jawab
Tanggung jawab dalam kerangka akhlak adalah keyakinan bahwa tindakannya itu baik, seseorang dikatakan bertanggung jawab apabila secara intuisi perbuatannya itu dapat dipertanggung jawabkan pada hati nurani dan kepada masyarakat.
C. Hati Nurani
Hati nurani atau intuisi merupakan tempat dimana manusia dapat memperoleh saluran ilham dari tuhan. Hati nurani diyakini selalu cenderung kepada kebaika dan tidak suka kepada keburukan, makanya hati nurani harus menjadi salah satu dari pertimbangan dalam melakukan sesuatu.
D. Hubungan Kebebasan, Tanggung Jawab dan Hati Nurani dengan Akhlak
Masalah kebebasan tanggung jawab dan hati nurani merupakan faktor dominan yang menentukan suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan akhlaki. Disinilah letak hubungan fungsional antara kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani dengan akhlak.
VIII. HAK, KEWAJIBAN DAN KEADILAN
A. Hak
Hak adalah wewenang atau kekeuasaan yang secara etis seseorang dapat mengerjakan, memiliki, meninggalkan, menggunakan atau menuntut sesuatu. Hak juga semacam milik, kepunyaan yang tidak hanya merupakan benda saja, melainkan tindakan, pikiran dan hasil pikiran itu.
B. Kewajiban
Kewajiban merupakan keharusan fisik yaitu, wajib yang berdasarkan kemanusiaan. Karena hak merupakan sebab timbulnya kewajiban berdasarkan kemanusiaan. Di dalam ajaran Islam, kewajiban di tempatkan sebagai salah satu hukum syara’ yaitu suatu perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala danjika ditinggalakan akan mendapatkan siksa.
C. Keadilan
Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan terhadap hak yang sah. Dalam literatul Islam, keadilan dapat diartikan isilah yang digunakan untuk menunjukkan pada persamaan atau bersikap tengah-tengah atas dua perkara. Keadilan ini terjadi berdasarkan keputusan akal yang dikonsultasikan dengan agama.
D. Hubungan antara Hak, Kewajiban dan Keadilan dengan Akhlak
Dengan terlaksananya hak, kewajiban dan keadilan maka dengan sendirinya akan mendukung terciptanya perbuatan yang akhlaki.
IX. AKHLAK ISLAMI
A. Pengertian Akhlak Islami
Aklak Islam adalah akhlak/perbuatan yang dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah daging, dan didasarkan pada ajaran Islam yang bersifat universal. Akhlak Islam juga dapat diartikan sebagai akhlak yang menggunakan tolak ukur ketentuan Allah. Bahwa apa yang dinilai baik oleh Allah pasti baik dalam esensinya.
B. Ruang Lingkup Akhlak Islami
Akhlak terhadap Allah
Akhlak terhadap Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada tuhan sebagai khalik dengan mengakui dan sadar bahwa tiada Tuhan selain Allah.
Akhlak terhadap sesama manusia
Akhlak terhadap sesama manusia secara umum adalah seperti mendahulukna kepentingan umum daripada kepentingan pribadi. Mengendalikan nafsu amarah, memaafkan kesalahan orang lain, tidak menceritakan aib orang dan lain sebagainya.
Akhlak terhadap lingkungan
Pada dasarnya akhlak yang diajarkan Al-Qur’an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifaan mengandung arti sebagai pengayom, pemelihara, serta bimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya. Jadi sepantasnyalah manusia memelihara lingkungan agar tidak disalahgunakan.
X. PEMBENTUKAN AKHLAK
A. Arti Pembentukan Akhlak
Pembentukan akhlak dapat diartikan sebagai usaha sungguh-sungguh dalam rangka membentuk anak dengan menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan sungguh-sungguh dan konsisten. Agar terbentuk pribadi-pribadi muslim yang berakhlak mulia, taat kepada Allah dan Rasul-Nya, hormat pada ibu bapak, saying kepada sesama makhluk Tuhan dan seterusnya.
B. Metode Pembinaan Akhlak
Banyak metode yang diajarkan Islam dalam membina Akhlak, diantaranya:
- pembinaan akhlak dalam Islam terintegrasi dengan pelaksanaan rukun iman.
- kemudian dengan cara pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara kontinyu.
- dengan cara paksaan yang lama-kelamaan tidak lafi terasa dipaksa.
- pembinaan akhlak melalui keteladanan.
- menganggap diri sebagai yang banyak kekurangannya daripada kelebihan.
- secara efektif dapat juga dilakukan dengan memperhatikan faktor-faktor kejiwaan sasaran yang akan dibina.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pebentukan Akhlak
Factor yang mempengaruhi pembinaan akhlak ada dua yaitu:
Pertama factor dari dalam yaitu potensi fisik, intelektual, dan hati (rohaniah) yang dibawa dari sejak lahir. Kedua faktor dari luar yaitu kedua orang tua di rumah, guru di sekolah, tokoh-tokoh dan pemimpin masyarakat.
D. Manfaat Akhlak yang Mulia
Manfaat akhlak yang mulia diantaranya memperkuat dan menyempurnakan Agama, mempermudah perhitungan amal di akhirat, menghilangkan kesulitan, dan selamat hidup di dunia dan di akhirat.
XI. ARTI, ASAL-USHUL DAN MANFAAT TASAWUF DALAM ISLAM
A. Pengertian Tasawuf
Dari segi linguistik tasauf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana. Namun pada intinya tasauf adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan diri dari pengaruh kehidupan dunia, dengan kata lain tasauf adalah bidang kegiatan yang berhubungan dengan pembinaan mental rohaniah agar selalu dekat dengan Tuhan.
B. Sumber Tasawuf
Sumber yang membentuk tasauf ada lima yaitu, unsur Islam, unsur masehi (agama nasrani), unsur Yunani, unsur Hindu/Budha dan unsure Persia. Dengan melihat keuntungan dari tasauf maka tidak ada alasan untuk tidak menerima tasauf sebagai bagian integral dari ajaran Islam bahkan harus diletakkan pada barisan yang paling depan dalam menyelamatkan kehidupan manusia dari bahaya kehancuran dan kesengsaraan dunia akhirat.
XII. MAQAMAT DAN HAL
A. Maqamat
Maqamat adalah jalan panjang yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk berada dekat dengan Allah. Dalam bahasa Inggris maqamat dikenal dengan istilah stages yang berarti tangga. Tentang berapa jumlah tangga atau maqamat yang harus ditempuh oleh seorang sufi sampai menuju Tuhan, dikalangan para sufi berbeda pendapat. Namun maqamat yang disepakati oleh mereka yaitu, al-zuhud, al-wara, al-faqr, al-shabr, al-tawakkal dan al-ridha.
B. Hal
Hal merupakan keadaan mental, seperti perasaan senang, sedih, takut dan sebagainya. Hal yang biasa disebut hal adalah takut (al-khauf), rendah hati (al-tawadlu), patuh (al-taqwa), ikhlas, rasa berteman (al-uns), gembira hati (al-wajd), dan berterima kasih (al-syuks).
Hal berbeda dengan maqam, tidak diperoleh atas usaha manusia tetapi didapat dari anugrah dan rahmat dari Tuhan. Hal bersifat sementara dating dan pergi, dating dan pergi bagi seorang sufi dalam perjalanannya mendekati Tuhan.
XIII. MAHABBAH
A. Pengertian, Tujuan dan Kedudukan Mahabbah
Mahabbah secara harfiah berarti mencintai secara mendalam atau kecintaan atau cinta yang mendalam. Al-Mahabbah dapat pula berarti al-wadud yakni yang sangat kasih atau penyayang. Tujuannya untuk memperoleh kebutuhan yang bersifat material maupun spiritual. Mahabbah pada tingkat selanjutnya dapat pula berarti suatu usaha sungguh-sungguh seseorang untuk mencapai tingkat rohaniah tertinggi dengan tercapainya gambaran yang mutlak yaitu cinta kepada tuhan. Disisi lain mahabbah adalah suatu keadaan jiwa yang mencintai Tuhan sepenuh hati, sehingga sifat-sifat yang dicintai Tuhan masuk ke dalam diri yang mencinta dengan tujuan untuk memperoleh kesenangan batiniyah yang sulit dilukiskan dengan kata-kata tetapi hanya dapat dirasakan oleh jiwa.
B. Alat untuk Mencapai Mahabbah
Alat untuk memperoleh mahabbah oleh sufi disebut sir. Dalam diri manusia ada tiga alat yang dapat digunakan untuk berhubungan denag Tuhan. Pertama al-qalh hati sanubari, sebagai alat untuk mengetahui sifat-sifat Tuhan. Kedua roh sebagai alat untuk mencintai Tuhan. Ketiga sir yaitu alat untuk melihat Tuhan.
C. Tokoh yang Mengembangkan Mahabbah
Tokoh yang memperkenalkan ajaran mahabbah adalah Rabi’ah al-Adwiah, seorang zahid perempuan yang besar di Bashrah, Irak. Ia hidup antara tahun 713-801 H. sumber lain menyebutkan bahwa ia meninggal dunia dalam tahun 185H/796M. menurut riwayatnya ia adlah seorang hamba yang kemudian dibebaskan. Dalam hidupnya ia banyak beribadah dan bertaubat serta menjauhi hidup duniawi.
D. Mahabbah dalam al-Quran dan al-Hadits
QS. Ali Imran : 30 dan Al-Maidah : 54 memberikan petunjuk bahwa antara manusia dan Tuhan dapat saling mencintai, karena alat untuk mencintai Tuhan yaitu roh, dan roh manusia berasal dari tuhan. Roh Tuhan dan roh manusia bersatu dan terjadilah mahabbah. Dan untuk mencapai keadaan tersebut dilakukan dengan amal ibadah yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.
XIV. MA’RIFAH
A. Pengertian, Tujuan dan Kedudukan Ma’rifah
Ma’rifat adalah mengetahui rahasia Tuhan dengan menggunakan hati sanubari, dengan tujuan yang ingin dicapai adalah mengetahui rahasia-rahasia yang terdapat dalam diri Tuhan. Ma’rifat datang setelah mahabbah, hal ini disebabkan karena ma’rifat lebih mengacu kepada pengetahuan sedangkan mahabbah menggambarkan kecintaan.
B. Alat untuk Ma’rifah
Alat yang digunakan untuk ma’rifah yaitu qalb (hati). Qalbu yang telah dibersihkan dari segala dosa dan maksiat melalui serangkaian zikir dan wirid secara teratur maka akan dapat mengetahui rahasia Tuhan. Yaitu setelah hati tersebut disinari oleh cahaya Tuhan. Proses sampainya qalb pada cahaya Tuhan erat kaitannya dengan konsep takhalli, tahalli dan tajalli.
C. Tokoh yang Mengembangkan Ma’rifah
Dalam literatul tasauf dijumpai dua orang tokoh yang mengenalkan paham ma’rifah yaitu, Al-Gazali dan Zun al-nun al-Misri. Al-ghazali nama lengkapnya Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali. Ia pernah belajar pada imam al-Haramain al-juaini. Adapun Zun al-Misri berasal dari Naubah. Suatu negeri yang terletak di Sudan dan Mesir. Tahun kelahirannya tidak banyak diketahui, yang diketahui hanya tahun wafatnya yaitu 860 M. Menurut hamka beliaulah puncaknya kaum sufi dalam abad ketiga hijriah.
D. Ma’rifah dalam al-Quran dan al-Hadits
Ma’rifat berhubungan dengan nur (cahaya Tuhan). Di dalam Al-Qur’an dijumpai tidak kurang dari 43 kali kata nur diulang dan sebagisn besarnya dihubungkan dengan kata Tuhan. Misalnya pada QS. Al-Nur : 40 dan QS. Al-Zumar : 22. Ayat tersebut berbicara tentang cahaya Tuhan. Cahaya tersebut dapat diberikan kepada hambanya yang Dia kehendaki.
XV. AL-FANA, AL-BAQA, DAN ITTHAD
A. Pengertian, Tujuan dan Kedudukan al-Fana, al-Baqa dan Ittihad
Fana adalah lenyapnya sifat-sifat basyariah, akhlak yang tercela, kebodohan dan perbuatan maksiat dari diri manusia. Baqa adalah kekalnya sifat-sifat ketuhanan, akhlak yang terpuji, ilmu pengetahuan dan kebersihan diri dari dosa dan maksiat. Al-Ittihad adalah penyatuan batin atau rohaniah dengan Tuhan. Dan tujuan dari fana dan baqa itu sendiri adalah ittihad. Adapun kedudukannya adalah merupakan hal, karena hal yang demikian tidak terjadi terus menerus dan juga karena dilimpahkan oleh Tuhan.
B. Tokoh yang Mengembangkan Fana
Dalam sejarah tasauf, Abu Yazid al-Bustami (w.874) disebut-sebut sebagai sufi pertama kali yang memperkenalkan paham fana dan baqa. Ketika Abu Yazid telah fana’ dan mencapai baqa’ maka dari mulutnya keluarlah kata-kata yang ganjil yang jika tidak hati-hati memahami akan menimbulkan kesan seolah-olah Abu Yazid mengaku dirinya sebagai Tuhan, padahal yang sesungguhnya ia tetap manusia. Yaitu manusia uang mengalami pengalaman batin bersatu dengan Tuhan.
C. Fana, al-Baqa dan Ittihad dala Pandangan al-Qur’an
QS. Al-Kahfi : 110 dan QS. Al- Rahman : 26-27 memberi petunjuk bahwa Allah swt telah memberi peluang kepada manusia untuk bersatu dengan Tuhan secara rohaniah atau batiniah. Yang caranya antara lain dengan beramal sholeh dan beribadah semata-mata karena Allah, menghilangkan sifat-sifat dan akhlak yang buruk, menghilangkan kesadaran sebagai manusia, meninggalkan dosa dan maksiat dan kemudian menghiasnya dengan sifat-sifat Allah.
XVI. AL-HULUL
A. Pengertian, Tujuan dan Kedudukan Hulul
Secara harfiah hulul berarti Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yaitu manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat kemanusiaannya melalui fana’. Al-Hulul dapat pula dikatakan sebagaisuatu tahap dimana manusia dan Tuhan bersatu secara rohaniah. Tujuan dari hulul adalah mencapai persatuan secara batin. Hamka mengatakan bahwa, al-Hulul adalah ketuhanan menjelma ke dalam diri insan, dan hal ini terjadi pada saat kebatinan seorang insan telah suci bersih dalam menempuh perjalanan hidup kebatinan.
B. Tokoh yang Mengembangkan Paham Hulul
Tokoh yang mengembangkan al-Hulul adalah al-Hallaj. Nama lengkapnya adalah Husein bin Mansur al-Hallaj. Ia lahir tahun 244H/858M di negeri Baidha salah satu kota kecil di Persia. Ia belajar pada seorang sufi yang besar dan terkenal bernama Sahl bin Abdullah al-Tustur di negeri Ahwaz. Dalam perjalanan hidupnya ia pernah keluar masuk penjara akibat konflik denagn ulama fikih dan akhirnya ia dihukum mati.
XVII. WAHDAT AL-WUJUD
A. Pengertian, Tujuan dan Wahdat al-Wujud
Wahdat al-Wujud adalah ungkapan yang terdiri dari dua kata yaitu wahdat dan al-wujud. Wahdat artinya sendiri, tunggal, kesatuan. Sedangkan Al-wujud artinya ada. Dengan demikian wahdat Al-wujud adalah kesatuan wujud. Wahdatul wujud juga berarti suatu paham bahwa antara manusia dan Tuhan pada hakikatnya adalah satu kesatuan wujud.
B. Tokoh yang Membawa Paham Wahdat al-Wujud
Paham wahdatul wujud oleh muhyidin Ibn Arabi yang lahir di Murcia, Spanyol ditahun 1165. Setelah selesai studi di Seville, ia pindah ke Tunis di tahun 1145 dan di sana ia masuk aliran sufi. Ditahun 1202M ia pergi ke Mekkah dan meninggal di Damaskus ditahun 1240 M. ia menyajikan ajaran tasaufnya dengan bahasa yang agak berbelit-belit dengan tujuan untuk menghindari tuduhan, fitnah dan ancaman kaum awam sebagaimana yang dialami al-Hallaj.
XVIII. INSAN KAMIL
A. Pengertian Insan Kamil
Insan kamil berasal dari bahasa Arab. Yaitu dari dua kata insan dan kamil. Secara harfiah insan berarti manusia dan kamil berarti sempurna. Dengan demikian, insan kamil berarti manusia yang sempurna. Insan kamil lebih ditujukan kepada manusia yang sempurna dari segi pengembangan potensi intelektual, rohaniah, intuisi, kata hati, akal sehat, fitrah dan yang bersifat batin lainnya.
B. Ciri-ciri Insan Kamil
- berfungsi akalnya secara optimal
- berfungsi intuisinya
- mampu menciptakan budaya
- menghiasi diri dengan sifat-sifat ketuhanan
- berakhlak mulia
- berjiwa seimbang
XIX. TARIKAT
A. Pengertiban dan Tujuan Tarikat
Tarikat adalah jalan yang bersifat spiritual bagi seorang sufi yang didalamnya berisi amalan ibadah dan lainnya yang bertemakan menyebut nama Allah dan sifat-sifat-Nya, disertai penghayatan yang mendalam. Amalan dalam tarikat ini ditujukan untuk memperoleh hubungan sedekat mungkin (secara rohaniah) dengan Tuhan.
B. Tarikat yang Berkembang di Indonesia
- Tarekat Qadariyah, didirikan oleh syaikh Abdul Qadir Jaelani (1077-1166)
- Tarekat Rifa’iyah, didirikan oleh syaikh Rifa’I
- Tarekat Naqsyabandiah, didirikan oleh Muhammad bin Bhauddin al-Uwaisi
al-Bukhari (727-791 H)
- Tarekat Sammaniyah, didirikan oleh syaikh Saman (w.1720)
- Tarekat Khalwatiyah, didirikan oleh Zahiruddin (w. 1397)
- Tarekat al-Haddad, didirikan oleh Sayyid Abdullah bin Alwi bin Muhammad
al-Haddad.
- Tarekat Khalidiyah, didirikan oleh Syaikh Sulaiman Zuhdi al-Khalidi
C. Tata Cara Pelaksanaan Tarikat
Tata cara pelaksanaan tarekat antara lain: zikir, ratib, muzik, menari dan bernafas. Selain itu peril juga melakukan latihan batin, riadah dan mujahadah.
XX. PROBLEMATIKA MASYARAKAT MODERN DAN PERLUNYA AKHLAK TASAWUF
A. Pengertian Masyarakat Modern
Masyarakat modern berarti suatu himpunan orang yang hidup bersama disuatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan tertentu yang bersifat rasional, berfikir untuk masa depan yang lebih jauh, menghargai waktu, bersikap terbuka, dan berfikir obyektif.
B. Problematika Masyarakat Modern
Disintegrasi ilmu pengetahuan
Kepribadian yang terpecah (split personality)
Penyalahgunaan iptek
Pendangkalan iman
Pola hubungan materialistik
Menghalalkan segala cara
Stres dan frustasi
Kehilangan harga diri dan masa depan
C. Perlunya Pengembangan Akhlak Tasawuf
Dalam mengatasi problamatika kehidupan masyarakat modern saat ini, akhlak tasauf harus dijadikan salah satu alternatif terpenting. Ajaran akhlak tasauf perlu disuntikkan kedalam seluruh konsep kehidupan. Ilmu pengetahuan teknologi , ekonomi, sosial, politik, kebudayaan dan lain sebagainya. Perlu dilandasi ajaran akhlak tasauf.