Dini hari tadi (15/04) Jakarta di landa gempa, walaupun tidak semua orang merasakan karena gempanya tidak sedahsyat gempa yang terjadi di Aceh beberapa waktu lalu. Gempa berkekuatan 6,0 Skala Richter terjadi disaat semua orang terlelap sekitar pukul 02.26 WIB.
Saya langsung membayangkan bagaimana jika gempa semalam sekuat gempa yang di Aceh atau di Jepang kemudian disusul dengan tsunami. Yang ingin saya tekankan, apakah kita semua sudah siap dengan kejadian seperti ini, karena tidak ada yang bisa menjamin bahwa kita terbebas dari musibah. Apakah kita sudah siap untuk menghadapi hal itu??
Apalagi akhir-akhir ini media sering memberitakan kejahatan, pembunuhan, perampokan, premanisme, kekerasan, semua yang bisa menyebabkan kematian. Perampokan toko emas, kejahatan geng motor, sampai pembunuhan berantai/berencana.
Pesan ayah Lee Lipsenthal, M.D. seorang penulis buku, Nikmati Hidup Setiap Hari Seolah Hari Terakhir Kita. mengatakan bahwa “Ada banyak orang di luar sana yang akan mencederaimu”. Kita tidak tau siapa orang-orang itu, yang kita tau orang-orang itu ada.
Kematian, tidak ada seorang pun di dunia ini yang mengingkarinya. Sejahat/”sekafir” apapun seseorang pasti percaya akan kematian. Semua orang percaya kalau kematian pasti akan dilewati. Tinggal bagaimana kita menghadapinya dengan hati bijaksana.
Elisabeth Kubler-Ross, M.D., dalam buku yang ditulisnya tahun 1969, yang sekarang telah menjadi klasik, On Death and Dying, memaparkan lima tahap emosi yang dihadapi orang menjelang ajal. Tahap-tahap emosi itu adalah penyangkalan, kemarahan, tawar-menawar, depresi, dan penerimaan. fase-fase itu datang berselang, tidak berurutan, dan bersamaan dengan emosi-emosi lain yang terjadi serentak sekaligus saling bertentangan.
Tugas kita, bagaimana membuat setiap hari itu menjadi hari terbaik kita agar jika seandainya hari itu hari terakhir kita, kita tidak menyesal. Amiiin.