Jumat kemarin (12/09) saya main ke monas. Saya penasaran
melihat beberapa tenda yang tersusun rapi dipelataran Monas. Rupanya tenda itu
untuk acara Lebaran Betawi yang digelar setiap tahun. Di sudut lain saya
melihat beberapa orang yang sedang mempersiapkan kincir angin, mungkin untuk
hiburan bagi pengunjung di acara Lebaran Betawi itu.
Namun, belum juga kincir angin itu selesai terpasang,
rombongan Satpol PP menghampiri mereka dan membawa kerenjang kincir angin dan
menyuruh mereka mombongkarnya. Entahlah, mungkin pengelola kincir angin itu
belum mengantongi izin untuk beroperasi di acara tersebut. Saya hanya bisa
merekamnya dari jauh.
Tidak jauh dari tempat itu, ada warga yang marah
ampun-ampunan mengutuk sikap arogan Satpol PP tersebut. Dia mengaku bernama
Ambon, karena asalnya memang dari Ambon. Dia mengutuk Jokowi karena telah
membuat mata pencariannya hilang. Dia juga mengutuk Ahok karena dengan
seenaknya mengusir mereka dari Monas yang selama ini menjadi tempatnya mencari
nafkah.
Dia mengaku pernah diboyong oleh satpol PP ke dinas sosial dan
tidak diperlakukan dengan baik. Mereka digabung dengan orang gila/tidak waras
dan hampir membuat dirinya juga ikut gila. Setelah beberapa hari kemudian mereka
dilepas tanpa diberi bekal keterampilan atau pekerjaan untuk bisa menyambung
hidup.
Sikap Satpol PP (Pemerintah) menurutnya akan memaksa
orang-orang yang seperti mereka menjadi preman. Karena usaha yang menurut
mereka halal, tidak mengganggu orang lain, dengan berdagang keliling di area
Monas, malah diganggu dan diusir oleh Satpol PP.
Dan parahnya setelah PKL-PKL ini diusir keluar dari Monas,
beberapa saat kemudian beberapa Satpol PP mendatangi mereka dan meminta rokok
ke PKL yang sudah mereka usir tadi. Begitu menurut pengakuan si Ambon. Saya hanya
bisa merekam uneg-unegnya dengan sembunyi-sembunyi.
Entahlah..
Tidak ada yang benar dan tidak ada yang salah, tergantung
dari sudut pandang mana kita melihat.