PENDAHULUAN
Seiring maraknya penggunaan teknologi komunikasi di Indonesia, keberadaan berbagai portal/ situs berita kini menjadi sumber utama masyarakat Indonesia dalam dalam mengakses informasi selain televisi. Inilah yang diklaim sebagai era journalisme online. Sayangnya, dalam menjawab kebutuahan aktualitas informasi ini, para pekerja media online lebih banyak memenuhi tuntutan pola kerja yang cepat dan selalu mengejar aktualitas daripada mematuhi prinsip-prinsip jurnalistik.
Nilai berita yang mendasar seperti akurasi, keseimbangan, proporsionalitas, dan netralitas serta kaidah-kaidah jurnalisme cenderung dinomorduakan. Berita online kerap hadir terpotong-potong, disusun tanpa proses matang dalam mekanisme rapat redaksi. Karena jurnalisme kuning menonjolkan kecepatan daripada berita (fakta) itu sendiri, maka beritanya menjadi tidak penting atau dan kadang menyesatkan atau setidaknya membentuk opini tertentu yang pada akhirnya menjadikan masyakat semakin kehilangan makna informasi meski jumlahnya melimpah.
Dari kacamata akademis, kehadiran jurnalisme online ternyata menimbulkan kontroversi. Ada yang dapat menerima secara penuh dan memberikan penguatan, ada yang menerima dengan catatan, ada pula yang mengkritik dan bersikap skeptis. Pihak yang kontra bahkan mempersoalkan keabsahan penggunaan istilah “jurnalisme” karena secara metodologis rasanya tidak tepat jika kegiatan yang hanya sekadar menulis berita demi mengejar kecepatan disebut sebagai jurnalisme.
PEMBAHSAN
Pengertian Media Online
Media Online atau biasa disebut dengan internet adalah hasil dari perkembangan teknologi komunikasi yang menawarkan kepada pengguna sebagai media yang berfungsi sebagai alat komunikasi antar manusia. Media ini bisa mengantarkan teks, grafik, gambar, audio dan juga audio-video pada saat yang sama dan juga mempunyai fungsi sebagai media massa seperti halnya televisi radio juga surat kabar.
Media online disebut juga dengan media interaktif, yaitu suatu jenis media kolaboratif, mengacu pada media yang memungkinkan partisipasi aktif oleh penerima dan pengirim.
Definisi yang cukup teknis dinyatakan oleh Federal Networking Council, yang menyatakan Media Online mengacu kepada sistem informasi global yang secara logis dihubungkan oleh ruang alamat global yang unik didasarkan pada Internet Protocol (IP) atau ekstensi dan menyediakan, menggunakan atau membuat dapat diakses, baik umum atau pribadi, layanan tingkat tinggi berlapis pada komunikasi dan infrastruktur terkait.
Media online (online media) juga berarti media massa yang tersaji secara online di situs web (website) internet. Media online adalah media massa ”generasi ketiga” setelah media cetak (printed media) koran, tabloid, majalah, buku dan media elektronik (electronic media) radio, televisi, dan film/video. Media Online merupakan produk jurnalistik online. Jurnalistik online disebut juga cyber journalisme didefinisikan sebagai “pelaporan fakta atau peristiwa yang diproduksi dan didistribusikan melalui internet”.
Dari berbagai definisi tersebut, ada beberapa hal yang dikategorikan sebagai karakteristik media online. Media online bersifat real time sehingga proses publikasi bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja. Dapat memuat berbagai macam model multimedia (audio, video dll) dan mendukung interaktifitas antar user. Banyak media online yang muncul tanpa membutuhkan organisasi resmi. Ciri lain adalah relatif lebih terdokumentasi karena online.
Meskipun secara prinsip media online sama dengan media cetak, namun terdapat beberapa perbedaan diantara keduanya. Media online tidak terbatas dalam hal jumlah halaman seperti halnya media cetak. Namun demi alasan kecepatan akses, keindahan desain, tingkat keterbacaan dan alasan-alasan lainnya, perlu dihindarkan penulisan naskah yang terlalu panjang.
Mekanisme dalam prosedur naskah cenderung lebih simple karena media online mengejar kecepatan. Proses editing sekaligus publishing sering dilakukan oleh bagian yang sama. Mekanisme editing juga bisa dilakukan ketika sudah dipublish.
Jadwal terbit media online sangat ketat. Informasi yang disajikan oleh media online sangat real time. Ketika peristiwa itu berlangsung, pada saat itu juga media online menginformasikannya. Berbeda dengan media cetak yang perlu durasi harian, mingguan atau bulanan. Proses publikasi inheren dengan kerja bagian redaksi. Berita yang sudah ditulis sudah otomatis terdistribusi ke jaringan.
Sejarah Jurnalisme Online
Online journalism atau lebih dikenal dengan nama jurnalisme online lahir pada tanggal 19 Januari 1998, ketika Mark Drugde membeberkan cerita perselingkuhan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton dengan Monica Lewinsky atau yang sering disebut “monicagate”. Ketika itu, Drugde berbekal sebuah laptop dan modem, menyiarkan berita tentang “monicagate” melalui internet. Semua orang yang mengakses internet segera mengetahui rincian cerita “monicagate”.
Perkembangan Media Online di Indonesia
Sejarah kemunculan media online di Indonesia dimulai oleh Majalah Mingguan Tempo pada 6 Maret 1996. Alasan pendirian Tempo pada waktu itu adalah semata-mata agar media itu tidak mati karena media cetak Tempo pada saat itu sedang dibreidel. Dalam segi bisnis, Detik.com adalah pioneer media online di Indonesia. Server detikcom sebenarnya sudah siap diakses pada 30 Mei 1998, namun baru mulai online dengan sajian lengkap pada 9 Juli 1998.
Masyarakat melirik media online lantaran ada kejenuhan di pasar media cetak pasca reformasi 1998. Orang melihat media online mempunyai peluang yang menguntungkan karena investasinya dianggap lebih murah dibandingkan dengan media konvensional/ cetak. Oleh karena itu, orang kemudian berlomba-lomba membuat media online.
Di Indonesia media online pada awalnya hanya memindahkan isi berita yang yang ada di surat kabar/ koran ke media internet atau di online-kan istilahnya. Dengan kata lain produk berita versi cetak dengan online tidak ada perbedaan, sama persis. Namun yang dilakukan oleh situs www.detik.com pada pertengahan Juli 1998, tidaklah demikian. Detikcom tidak memindahkan berita versi cetak ke online.
Detik.com tidak punya versi cetak, meski dalam perkembangan pernah membuat versi cetak. Hanya saja dengan terbit dua kali sehari itu untuk versi cetaknya tidaklah berumur panjang dan harus segera ditutup. Selanjutnya kembali ke online saja dan berita-berita yang ditampilkan hanya ada di online saja. Berita-berita juga selalu up to date sehingga menjadi acuan banyak orang.
Detik.com adalah media online berupa portal berita pertama di Indonesia yang benar-benar menjual konten dan menerbitkan informasi secara update dan real time. Hingga saat ini, detik menjadi portal yang paling banyak diakses. Keberhasilan Detik.com kemudian ditiru oleh berbagai perusahaan lain.
Seperti juga di internasional, di Indonesia pertumbuhan internet dan media online menjadi pesaing bagi media cetak. Sebagai bentuk reaksi, banyak media cetak yang kemudian juga membuat portal berita dalam versi online. Muncul kompas cyber, media indonesia dll. Juga muncul portal pesaing Detik.com seperti OkeZone.com, VivaNews.com dll.
Perkembangan internet juga turut mempangaruhi perkembangan media online di Indonesia. Berdasarkan data, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), pada tahun 2009 jumlah pengguna internet mencapai 45 juta. Padahal, pada tahun 2006 hanya 20 juta pengguna dan menjadi 25 juta orang untuk tahun 2007. Bahkan, jika ditarik ke belakang, pada tahun 1999 jumlah pengguna internet di Indonesia baru ada di angka 1 juta pengguna.
Angka ini tentu saja menggiurkan dari segi bisnis. Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) Harris Thajeb mengatakan pihaknya saat ini membidik media online karena memiliki potensi yang cukup besar dan tahun ini diperkirakan tumbuh 11-12 persen. Ia menjelaskan, selama 2010 nilai belanja iklan se-Indonesia total mencapai sekitar Rp. 65 triliun. Dari jumlah itu, nilai belanja iklan di media online baru sekitar 1-2 persen. Namun nilai belanja iklan di media internet pada 2012 diperkirakan tumbuh sekitar 11-12 persen dari nilai belanja iklan di seluruh media se-Indonesia.
Tidak hanya pendapatan dari iklan, beberapa media online juga mulai mencoba mengenakan biaya bagi pengakses web mereka. Salah satu media yang melakukannya adalah epaper Kompas. Hal ini senada dengan yang terjadi di luar negeri dimana media online di Indonesia juga mulai bergerak ke arah media online yang kapitalistik.
Ekonomi Politik Media Online
Banyak orang bingung dengan pembiayaan sebuah media online. Dari mana media online menghidupi dirinya? Kebingungan ini wajar saja muncul karena hampir semua pengakses media online tidak membayar ketika membaca media online tersebut. Menurut Rod Carveth, keuntungan media online di dapat dari tiga pos yaitu; layanan pelanggan (service subscriber), Iklan online (online advertising), pembayaran kontent (pay-per-content).
Dalam rangka melihat tiga mesin penghasilan media online tersebut, pertumbuhan statistik internet sangat diperlukan karena media online hidup dengan adanya pertumbuhan internet. AdMob, perusahaan yang melayani iklan untuk lebih dari 23.000 situs mobile web dan aplikasi di seluruh dunia punya data menarik. Menurut AdMob, pertumbuhan telephone, hingga Mei 2010 setidaknya ada 10 juta permintaan dari 92 negara ke AdMob. Jumlah ini mengalami peningkatan 27 negara jika dibandingkan dengan Mei tahun 2008.
Data ini diperkuat oleh Laporan penelitian Pew Research Center’s Project for Excellence in Journalism. Lembaga ini melaporkan bahwa 46% warga Amerika yang mereka survey mengatakan mereka mendapatkan berita online setidaknya tiga kali seminggu. Hanya 40% persen warga Amerika yang mendapatkan berita dari koran dan situs pendamping media mereka.
Koran seperti Gannett, The New York Times dan McClatchy masih melaporkan penurunan pendapatan iklan. Akibatnya, selama satu dekade terakhir koran mengurangi staf, termasuk reporter dan editor. Dikatakan dalam studi itu, redaksi saat ini 30 persen lebih kecil daripada tahun 2000.
Perubahan kebiasaan masyarakat dalam mengakses informasi dari media cetak ke media online berpengaruh terhadap aliran iklan. Berdasarkan laporan dari Pew Research Center’s Project for Excellence in Journalism, pada tahun 2010 pendapatan iklan media online menyalip pendapatan iklan di media cetak. Pendapatan iklan koran pada tahun 2010 turun 46 persen dalam empat tahun, atau sekitar US$ 22,8 miliar. Di sisi lain, iklan online mencapai US$ 25,8 miliar pada tahun 2010.
Berdasarkan data tersebut, penghasilan media online masih mengandalkan kepada iklan online. Namun, dalam perkembangannya, media online juga mulai berusaha mengenakan biaya untuk akses online ke situs Web mereka. Media online mencari model bisnis mereka.
The New York Times, mencoba untuk mengenakan biaya untuk pengakses web mereka. Pembaca The New York Times hanya bisa membaca 20 artikel secara gratis, dan selebihnya mereka harus membayar untuk membaca. Surat kabar utama lainnya juga telah memulai petualangan "membayar" dengan hasil yang beragam The Wall Street Journal dan Financial Times lakukan berhasil, dengan masing-masing 400.000 dan 200.000 pelanggan pada tahun 2010
Potensi mendapat keuntungan dari “membayar” cukup besar. Berdasarkan survey Pew Research Center’s Project for Excellence in Journalism, 23% orang Amerika yang disurvei mengatakan bahwa mereka akan membayar $ 5 per bulan untuk versi online jika koran lokal mereka tidak ada lagi. Model ini sangat mendekatkan media ke dalam model bisnis media yang berorientasi keuntungan kapital. Dalam mencapai kondisi tersebut, media online setidaknya harus melewati tantangan berupa tingkat persaingan, ancaman pengganti, kekuatan relatif dari pembeli dan kekuatan relatif pemasok.
PENUTUP
Pedoman Dewan Pers Tentang Pemberitaan Media Online
Meskipun belum sempurna, Panduan Dewan Pers tentang pemberitaan media cyber bisa dijadikan sebagai langkah awal untuk membenahi jurnalisme online di Indonesia. Berikut ini Pedoman Dewan Pers tentang Pemberitaan Media cyber yang diambil dari website Dewan Pers:
Kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Keberadaan media cyber di Indonesia juga merupakan bagian dari kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers.
Media cyber memiliki karakter khusus sehingga memerlukan pedoman agar pengelolaannya dapat dilaksanakan secara profesional, memenuhi fungsi, hak, dan kewajibannya sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Untuk itu Dewan Pers bersama organisasi pers, pengelola media cyber, dan masyarakat menyusun Pedoman Pemberitaan Media cyber sebagai berikut:
1. Ruang Lingkup
a. Media Cyber adalah segala bentuk media yang menggunakan wahana internet dan melaksanakan kegiatan jurnalistik, serta memenuhi persyaratan Undang-Undang Pers dan Standar Perusahaan Pers yang ditetapkan Dewan Pers.
b. Isi Buatan Pengguna (User Generated Content) adalah segala isi yang dibuat dan atau dipublikasikan oleh pengguna media cyber, antara lain, artikel, gambar, komentar, suara, video dan berbagai bentuk unggahan yang melekat pada media cyber, seperti blog, forum, komentar pembaca atau pemirsa, dan bentuk lain.
2. Verifikasi dan keberimbangan berita
a. Pada prinsipnya setiap berita harus melalui verifikasi.
b. Berita yang dapat merugikan pihak lain memerlukan verifikasi pada berita yang sama untuk memenuhi prinsip akurasi dan keberimbangan.
c. Ketentuan dalam butir (a) di atas dikecualikan, dengan syarat:
1) Berita benar-benar mengandung kepentingan publik yang bersifat mendesak;
2) Sumber berita yang pertama adalah sumber yang jelas disebutkan identitasnya, kredibel dan kompeten;
3) Subyek berita yang harus dikonfirmasi tidak diketahui keberadaannya dan atau tidak dapat diwawancarai;
4) Media memberikan penjelasan kepada pembaca bahwa berita tersebut masih memerlukan verifikasi lebih lanjut yang diupayakan dalam waktu secepatnya. Penjelasan dimuat pada bagian akhir dari berita yang sama, di dalam kurung dan menggunakan huruf miring.
d. Setelah memuat berita sesuai dengan butir (c), media wajib meneruskan upaya verifikasi, dan setelah verifikasi didapatkan, hasil verifikasi dicantumkan pada berita pemutakhiran (update) dengan tautan pada berita yang belum terverifikasi.
3. Isi Buatan Pengguna (User Generated Content)
a. Media cyber wajib mencantumkan syarat dan ketentuan mengenai Isi Buatan Pengguna yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik, yang ditempatkan secara terang dan jelas.
b. Media cyber mewajibkan setiap pengguna untuk melakukan registrasi keanggotaan dan melakukan proses log-in terlebih dahulu untuk dapat mempublikasikan semua bentuk Isi Buatan Pengguna. Ketentuan mengenai log-in akan diatur lebih lanjut.
c. Dalam registrasi tersebut, media cyber mewajibkan pengguna memberi persetujuan tertulis bahwa Isi Buatan Pengguna yang dipublikasikan:
1) Tidak memuat isi bohong, fitnah, sadis dan cabul;
2) Tidak memuat isi yang mengandung prasangka dan kebencian terkait dengan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), serta menganjurkan tindakan kekerasan;
3) Tidak memuat isi diskriminatif atas dasar perbedaan jenis kelamin dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa, atau cacat jasmani.
d. Media cyber memiliki kewenangan mutlak untuk mengedit atau menghapus Isi Buatan Pengguna yang bertentangan dengan butir (c).
e. Media cyber wajib menyediakan mekanisme pengaduan Isi Buatan Pengguna yang dinilai melanggar ketentuan pada butir (c). Mekanisme tersebut harus disediakan di tempat yang dengan mudah dapat diakses pengguna.
f. Media cyber wajib menyunting, menghapus, dan melakukan tindakan koreksi setiap Isi Buatan Pengguna yang dilaporkan dan melanggar ketentuan butir (c), sesegera mungkin secara proporsional selambat-lambatnya 2 x 24 jam setelah pengaduan diterima.
g. Media cyber yang telah memenuhi ketentuan pada butir (a), (b), (c), dan (f) tidak dibebani tanggung jawab atas masalah yang ditimbulkan akibat pemuatan isi yang melanggar ketentuan pada butir (c).
h. Media cyber bertanggung jawab atas Isi Buatan Pengguna yang dilaporkan bila tidak mengambil tindakan koreksi setelah batas waktu sebagaimana tersebut pada butir (f).
4. Ralat, Koreksi, dan Hak Jawab
a. Ralat, koreksi, dan hak jawab mengacu pada Undang-Undang Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan Pedoman Hak Jawab yang ditetapkan Dewan Pers.
b. Ralat, koreksi dan atau hak jawab wajib ditautkan pada berita yang diralat, dikoreksi atau yang diberi hak jawab.
c. Di setiap berita ralat, koreksi, dan hak jawab wajib dicantumkan waktu pemuatan ralat, koreksi, dan atau hak jawab tersebut.
d. Bila suatu berita media cyber tertentu disebarluaskan media cyber lain, maka:
1) Tanggung jawab media cyber pembuat berita terbatas pada berita yang dipublikasikan di media cyber tersebut atau media cyber yang berada di bawah otoritas teknisnya;
2) Koreksi berita yang dilakukan oleh sebuah media cyber, juga harus dilakukan oleh media cyber lain yang mengutip berita dari media cyber yang dikoreksi itu;
3) Media yang menyebarluaskan berita dari sebuah media cyber dan tidak melakukan koreksi atas berita sesuai yang dilakukan oleh media cyber pemilik dan atau pembuat berita tersebut, bertanggung jawab penuh atas semua akibat hukum dari berita yang tidak dikoreksinya itu.
e. Sesuai dengan Undang-Undang Pers, media cyber yang tidak melayani hak jawab dapat dijatuhi sanksi hukum pidana denda paling banyak Rp.500.000.000 (Lima ratus juta rupiah).
5. Pencabutan Berita
a. Berita yang sudah dipublikasikan tidak dapat dicabut karena alasan penyensoran dari pihak luar redaksi, kecuali terkait masalah SARA, kesusilaan, masa depan anak, pengalaman traumatik korban atau berdasarkan pertimbangan khusus lain yang ditetapkan Dewan Pers.
b. Media cyber lain wajib mengikuti pencabutan kutipan berita dari media asal yang telah dicabut.
c. Pencabutan berita wajib disertai dengan alasan pencabutan dan diumumkan kepada publik.
6. Iklan
a. Media cyber wajib membedakan dengan tegas antara produk berita dan iklan.
b. Setiap berita/artikel/isi yang merupakan iklan dan atau isi berbayar wajib mencantumkan keterangan ”advertorial”, ”iklan”, ”ads”, ”sponsored”, atau kata lain yang menjelaskan bahwa berita/artikel/isi tersebut adalah iklan.
7. Hak Cipta
Media cyber wajib menghormati hak cipta sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
8. Pencantuman Pedoman
Media cyber wajib mencantumkan Pedoman Pemberitaan Media Cyber ini di medianya secara terang dan jelas.
9. Sengketa
Penilaian akhir atas sengketa mengenai pelaksanaan Pedoman Pemberitaan Media Cyber ini diselesaikan oleh Dewan Pers. Jakarta, 3 Februari 2012 (Pedoman ini ditandatangani oleh Dewan Pers dan komunitas pers di Jakarta, 3 Februari 2012).
DAFTAR PUSTAKA
Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. 2008.
Prof. Dr. H. Anwar Arifin, “Komunikasi Politik dan Pers Pancasila”, Yayasan Media Sejahtera, Jakarta.
Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss, Teori Komuniksi, Penerbit Salemba. Jakarta. 2009. Edisi 9.
http://faktaberita.com/index.php/ekonomi/dalam-meraup-iklan-terbukti-media-online-menyalip-media-cetak.html.
http://metrotvnews.com/metromain/newscat/ekonomi/2011/02/20/43123/Potensi-Iklan-Media-Online-Menjanjikan