TUGAS III BAHASA JURNALISTIK
NAMA: ALI RAHMAN MUTAJALLI
NIM : 1110 0511 00077
JURUSAN: JURNALISTIK IV/C
MATERI: PEDOMAN BAHASA JURNALISTIK
TANGGAL: KAMIS, 22 MARET 2012
Pedoman Bahasa Jurnalistik PWI
Pada 10 November 1978, PWI mengeluarkan 10 pedoman pemakaian bahasa Indonesia dalam pers. Ke-10 pedoman itu menyangkut ejaan, singkatan, akronim imbuhan, pemakaian kalimat pendek, ungkapan klise, kata mubazir kata asing, istilah teknis dan tiga aspek jurnalistik.
Pertama, wartawan dan editor Indonesia harus menggunakan ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan.
Kedua, wartawan Indonesia harus membatasi diri dalam penggunaan akronim atau singkatan. Jika pun terpaksa memakai, maka akronim itu lazimnya yang sudah diketahui oleh khalayak dan ditulis dalam tanda kurung.
Ketiga, wartawan hendaknya tidak menghilangkan imbuhan, bentuk awal atau prefiks. Pemenggalan me dapat dilakukan di kepala berita mengingat keterbatasan tempat, tapi jangan merembet ke tubuh berita.
Keempat, wartawan hendaknya menulis dengan kata-kata pendek, logis, teratur dan lengkap. Prinsipnya “satu gagasan/ide dalam satu kalimat”
Kelima, wartawan hendaknya menjauhkan diri dari kalimat klise atau stereotype yang sering dipakai dalam transisi kalimat. Contoh: sementara itu, dapat ditambahkan, perlu diketahui, dalam rangka dsb.
Keenam, wartawan Indonesia hendaknya menghilangkan kata mubazir seperti adalah,(kata kerja kopula), telah (lampau), untuk (terjemahan dati bahasa Inggris to), dari, bahwa dsb.
Tujuh, wartawan Indonesia harus mendisiplinkan pikiran supaya jangan campur aduk dalam menggunakan satu kalimat pasif (di) dengan kalimat aktif (me)
Delapan, wartawan hendaknya menghindari kata-kata asing dan terlalu teknis ilmiah dalam berita. Kalaupun terpaksa harus dijelaskan pengertiannya.
Sembilan, wartawan hendaknya mentaati kaidah tata bahasa Indonesia.
Sepuluh, wartawan hendaknya ingat bahasa jurnalistik ialah bahasa komunikatif dan spesifik sifatnya dan karangan yang baik dinilai dari tiga aspek yaitu isi, bahasa dan teknik persembahan.
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan edisi kedua berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nomor 0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987, dicermatkan pada Rapat Kerja ke-30 Panitia Kerja Sama Kebahasaan di Tugu, tanggal 16-20 Desember 1990 dan diterima pada Sidang ke-30 Majelis Bahasa Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia di Bandar Seri Begawan, tanggal 4-6 Maret 1991.
Pemakaian Huruf
Huruf Abjad
Huruf abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf: A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N, O, P, Q, R, S, T, U, V, W, X, Y, Z.
Huruf Vokal
Huruf vokal yang melgkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf: a, i, u, e, o. misalnya: anak-anak bermain di teras (te ́ras), upacara itu dihadiri pejabat teras pemerintah, kami menonton film seri (se ́ri), pertandingan itu berakhir seri.
Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf: b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, z.
Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.
Gabungan Huruf Konsonan
Dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan yaitu kh, ng, ny, dan sy.
Pemenggalan Kata
Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut:
Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan kata itu dilakukan di antara kedua huruf vokal itu. Misalnya: ma-in, sa-at, bu-ah. Huruf diftong ai, au, dan oi tidak pernah diceraikan sehingga pemenggalan kata tidak dilakukan di antara kedua huruf itu. Misalnya: au-la bukan a-u-la, sau-da-ra bukan sa-u- da-ra, am-boi bukan am-bo-i.