OLEH:
ALI RAHMAN MUTAJALLI
NIM: 1110 0511 00077
JURNALISTIK I/C
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2011 M
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami ucapkan kehadirat Allah SWT. Atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini, yang berjudul : penyalahgunaan obat-obatan terlarang pada remaja. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai pengganti UAS dalam mata kuliah Sosiologi.
Dalam penyusunan makalah ini penulis mengambil referensi dari berbagai buku yang membahas tentang teori-teori penyimpangan dan buku-buku yang membahas tentang penyalahgunaan obat-obatan terlarang. Selain itu, penulis juga mengambil referensi dari internet karena mengingat sulitnya mencari isi makalah ini di buku sebagi referensi tambahan agar lebih lengkap.
Penulis juga menyadari bahwa isi dari makalah ini jauh dari sempurna,karena masih banyaknya kekurangan disana-sini. Olehnya penulis memohon maaf apabila ditemukan kesalahan didalamnya. Penulis selalu terbuka menerima saran yang membangun dari pembaca agar penyusunan makalah selanjutnya bisa lebih baik. Semoga Allah meridhoi kita semua, serta menjadikan perbuatan kita di Dunia ini sebagai amal sholeh untuk akhirat nanti.
Jakarta, Januari 2011
PENULIS
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Penyimpangan relatif terhadap norma suatu kelompok atau masyarakat. Karena norma berubah maka penyimpangan berubah. Sulit untuk menentukan suatu penyimpangan karena tidak semua orang menganut norma yang sama sehingga ada perbedaan mengenai apa yang menyimpang dan tidak menyimpang. Orang yang dianggap menyimpang melakukan perilaku menyimpang. Tetapi perilaku menyimpang bukanlah kondisi yang perlu untuk menjadi seorang penyimpang.
Penyimpang adalah orang-orang yang mengadopsi peran penyimpang, atau yang disebut penyimpangan sekunder. Para penyimpang mempelajari peran penyimpang dan pola- pola perilaku menyimpang sama halnya dengan orang normal yang mempelajari peran dan norma sosial yang normal. Untuk mendapatkan pemahaman penuh terhadap penyimpangan diperlukan pengetahuan tentang proses keterlibatan melakukan perilaku menyimpang dan peran serta tindakan korbannya.
Penyimpangan biasanya dilihat dari perspektif orang yang bukan penyimpang. Pengertian yang penuh terhadap penyimpangan membutuhkan pengertian tentang penyimpangan bagi penyimpang. Studi observasi dapat memberikan pengertian langsung yang tidak dapat diberikan metode lainnya. Untuk menghargai penyimpangan adalah dengan cara memahami, bukan menyetujui apa yang dipahami oleh penyimpang.
Cara-cara para penyimpang menghadapi penolakan atau stigma dari orang non penyimpang disebut dengan teknik pengaturan. Tidak satu teknik pun yang menjamin bahwa penyimpang dapat hidup di dunia yang menolaknya, dan tidak semua teknik digunakan oleh setiap penyimpang. Teknik-teknik yang digunakan oleh penyimpang adalah kerahasiaan, manipulasi aspek lingkungan fisik, rasionalisasi, partisipasi dalam subkebudayaan menyimpang dan berubah menjadi tidak menyimpang.
Penyimpangan diartikan Sebagai Suatu Proses. Perilaku menyimpang adalah perilaku manusia dan dapat dimengerti hanya dengan kerangka kerja perilaku dan pikiran manusia lainnnya. Seseorang menjadi penyimpang, sama halnya dengan seseorang yang menjadi apa saja, yaitu dengan proses belajar norma dan nilai suatu kelompok dan penampilan peran sosial. Ada nilai normal dan ada nilai menyimpang. Perbedaannya adalah isi nilai, norma dan peran. Melihat penyimpangan dalam konteks norma sosial membuat kita dapat melihat dan mengintepretasikan arti penyimpangan bagi penyimpang dan orang lain. Peran penyimpang adalah peran yang kuat karena cenderung menutupi peran lain yang dimainkan seseorang.
2. Alasan Memilih Topik
Sebagai peralihan dari masa anak-anak menuju ke masa dewasa, masa remaja merupakan masa yang penuh dengan kesulitan dan gejolak, baik bagi remaja sendiri maupun bagi orang tuanya. Seringkali karena ketidaktahuan dari orang tua mengenai keadaan masa remaja tersebut ternyata mampu menimbulkan bentrokan dan kesalahpahaman antara remaja dengan orang tua yakni dalam keluarga atau remaja dengan lingkungannya.
Hal tersebut tentunya tidak membantu remaja untuk melewati masa ini dengan wajar, sehingga berakibat terjadinya berbagai macam gangguan tingkah laku seperti penyalahgunaan obat-obat terlarang, atau kenakalan remaja atau gangguan mental lainnya. Orang tua seringkali dibuat bingung atau tidak berdaya dalam menghadapi perkembangan anak remajanya dan ini menambah parahnya gangguan yang diderita oleh anak remajanya.
Untuk menghindari hal tersebut dan mampu menentukan sikap yang wajar dalam menghadapi anak remaja, orang tua seharusnya memahami perkembangan remajanya beserta ciri-ciri khas yang terdapat pada masa perkembangan tersebut. Dengan demikian diharapkan orang tua dan guru agar memahami perubahan-perubahan yang terjadi pada diri anak dan remaja pada saat ia memasuki masa remajanya.
Begitu pula dengan memahami dan membina anak remaja agar menjadi individu yang sehat dalam segi kejiwaan serta mencegah bentuk kenakalan remaja dengan memahami proses tumbuh kembangnya dari anak sampai dewasa.Perubahan dari masa anak-anak ke masa remaja membawa perubahan pada diri seorang individu. Kalau pada masa anak-anak ia berperan sebagai seorang individu yang bertingkah laku dan beraksi yang cenderung selalu bergantung dan dilindungi, maka pada masa remaja ia diharapkan untuk mampu berdiri sendiri dan ia pun berkeinginan mandiri.
Akan tetapi sebenarnya ia masih membutuhkan perlindungan dan tempat bergantung dari orang tuanya. Pertentangan antara keinginan untuk bersikap sebagai individu yang mampu berdiri sendiri dengan keinginan untuk tetap bergantung dan dilindungi, akan menimbulkan konflik pada diri remaja. Akibat konflik ini, dalam diri remaja timbul kegelisahan dan kecemasan yang akan mewarnai sikap dan tingkah lakunya. Ia menjadi mudah sekali tersinggung, marah, kecewa dan putus asa.
Ketidakmampuan remaja dalam menyalurkan segala keinginan dirinya menyebabkan timbulnya dorongan yang kuat untuk berkelompok. Remaja akan merasa lebih aman dan terlindungi apabila ia berada di tengah-tengah kelompoknya. Rasa setia kawan terjalin dengan erat dan kadang-kadang menjurus ke arah tindakan yang negatif dan ke hal-hal yang tidak dinginkan seperti penggunaan obat-obat terlarang.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Teori Differential Association (Edwin H Sutherland)
Teori ini menyatakan bahwa penyimpangan perilaku adalah akibat dari proses belajar, penguasaan sikap atau tindakan yang dipelajari dari norma-norma yang menyimpang, terutama dari sub kultur.Teori tersebut lebih dikenal dengan istilah teori sosialisasi. Teori ini di kemukakan oleh Sutherland.
Asosiasi diferensial adalah sebuah teori yang mempelajari tentang semua tingkah laku dalam hubungan interaksi dengan orang lain melalui proses komunikasi, bagian penting dari mempelajari tingkah laku kriminal terjadi dalam kelompok yang intim, mempelajari tingkah laku kriminal termasuk didalamnya teknik melakukan kejahatan dan motivasi (dorongan) atau alasan pembenar.
Dorongan tertentu ini dipelajari melalui penghayatan atas peraturan perundangan menyukai atau tidak menyukai. Seseorang menjadi “deleqient” karena penghayatannya atas perundang-undangan, lebih suka melanggar daripada mentaatinya, asosiasi diferensial ini bervariasi tergantung dari frekuensi, duration, priority, dan intensity.Proses mempelajari tingkah laku kriminal melalui pergaulan dengan polakriminal dan anti-kriminal melibatkan semua mekanisme yang berlaku dalam setiapproses belajar.
Teori sosialisasi ini menguraikan kumpulan ide mengenai cara perilaku dipelajari dan diubah. Penerapan teori ini hampir pada seluruh perilaku, dengan perhatian khusus pada cara perilaku baru diperoleh melalui belajar mengamati (observational learning). Teori ini digunakan dengan mudah untuk perkembangan agresi, perilakuyang ditentukan, ketekunan, dan reaksi psikologis yang datar pada emosi.
Menurut teori sosialisasi, perbuatan melihat saja menggunakan gambaran kognitif dari tindakan, secara rinci dasar kognisi dalam proses belajar dapat diringkas dalam 4 tahap yaitu : atensi (perhatian), retensi (mengingat),reproduksi gerak, dan motivasi.
1. Atensi(perhatian)
Jika reaksi baru yang dipelajari dari melihat atau mendengar maka hal itu jelas bahwa tingkat memberi perhatian yang lain akan menjadi yang terpenting. Lebih mendalam lagi faktor-faktor untuk mendapatkan perhatian yaitu, penekanan penting dari perilaku menonjol memperoleh perhatian dari ucapan atau teguran. Membagi aktivitas umum dalam bagian-bagian yang wajar, jadi komponen keterampilan dapat menonjol.
2. Retensi
Setiap gambaran perilaku disimpan dalam memori atau tidak, dan dasar untuk penyimpanan merupakan metode yang digunakan untuk penyandian atau memasukkan respon. Penyandian dalam symbol verbal dipermudah oleh berpikir aktif orang atau ringkasan secara verbal tindakan yang mereka amati. Waktu respon yang diamati disandikan, ingatan kesan visual atau symbol verbal dapat berlanjutdengan melatih kembali secara mental. Dengan begitu, penyandian akan mencoba untuk berpikir giat mengenai tindakan dan memikirkan kembalipenyandian verbal.
3. Reproduksi Gerak
Waktu fakta-fakta dari tindakan baru disandikan dalam memori, mereka harus dirubah kembali dalam tindakan yang tepat. Rangkaian tindakan baru merupakan symbol pertama pengaturan dan berlatih, semua waktu dibandingkan denganingatan dari perilaku model. Penyesuaian dibuat dalam rangkaian tindakan baru, dan rangkaian perilaku awal.Perilaku sebenarnya dicatat oleh orang dan mungkin juga oleh pengamat yang memberikan timbal balik yang benar dari perilaku suka meniru. Dasar penyesuaian dari timbal balik membuat pengaturan simbolik rangkaian tindakan baru, dan rangkaian perilaku dimulai lagi.
4. Penguatan dan Motivasi
Pokok persoalan dari atensi, retensi, dan reproduksi gerak sebagian besar berhubungan dengan kemampuan orang untuk meniru perilaku penguatan menjadi relevan. Ketika kita mencoba menstimulus orang untuk menunjukkan pengetahuan pada perilaku yang benar. Walaupun teori sosialisasi mengandung penguatan untuk tidak menambah pengetahuan guna “mengecap dalam perilaku”, itu peran utama memberi penguatan (hadiah & hukuman) seperti seorang motivator.
BAB III
PROFIL KASUS
Penyalahgunaan Obat-Obatan Terlarang
Motivasi dalam penyalahgunaan obat-obatan terlarang seperti narkotika ternyata menyangkut motivasi yang berhubungan dengan keadaan individu (motivasi individual) yang mengenai aspek fisik, emosional, mental-intelektual dan interpersonal. Di samping adanya motivasi individu yang menimbulkan suatu tindakan penyalahgunaan zat, masih ada faktor lain yang mempunyai hubungan erat dengan kondisi penyalahgunaan zat yaitu faktor sosiokultural.
Seperti perpecahan unit keluarga misalnya perceraian, keluarga yang berpindah-pindah, orang tua yang tidak ada atau jarang di rumah, pengaruh media massa, perubahan teknologi yang cepat, kaburnya nilai-nilai dan sistem agama serta mencairnya standar moral, ketidakseimbangan keadaan ekonomi misalnya kemiskinan, perbedaan ekonomi, kemewahan yang membosankandan ini merupakan suasana hati menekan yang mendalam dalam diri remaja yang harus diperhatikan oleh orang tua.
Adanya faktor-faktor sosial kultural seperti yang dikemukakan di atas akan mempengaruhi kehidupan manusia dan dapat menimbulkan motivasi tertentu untuk mamakai zat. Pengaruh ini akan terasa lebih jelas pada golongan usia remaja, karena ditinjau dari sudut perkembangan, remaja merupakan individu yang sangat peka terhadap berbagai pengaruh, baik dari dalam diri maupun dari luar dirinya atau lingkungan.
Keadaan ini sungguh sangat memprihatinkan dan mengkhawatirkan, apalagi para pelakunya sebagian besar adalah generasi muda yang diharapkan menjadi pewaris dan penerus perjuangan bangsa di masa depan. Namun demikian, terjadinya hal tersebut masih ada faktor lain yang memainkan peranan penting yaitu faktor lingkungan si pemakai narkoba. Faktor lingkungan tersebut memberikan pengaruh pada remaja dan mencetuskan timbulnya motivasi untuk menyalahgunakan narkoba. Dengan kata lain, timbulnya masalah penyalahgunaan zat dicetuskan oleh adanya interaksi antara pengaruh lingkungan dan kondisi psikologis remaja.
Untuk mencapai tujuan perkembangan, remaja harus belajar bergaul dengan semua orang, baik teman sebaya atau tidak sebaya, maupun yang sejenis atau berlainan jenis. Adanya hambatan dalam hal ini dapat menyebabkan ia memilih satu lingkungan pergaulan saja misalnya suatu kelompok tertentu dan ini dapat menjurus ke tindakan penyalahgunaan obat-obatan. Sebagaimana kita ketahui bahwa ciri khas remaja adalah adanya ikatan yang erat dengan kelompoknya.
Hal ini menimbulkan ide, bagaimana caranya agar remaja memiliki sifat dan sikap serta rasa citra disiplin dan loyalitas terhadap teman, orang tua dan cita-citanya. Selain itu orang tua dan guru, harus mampu menumbuhkan suatu budi pekerti, akhlaq yang luhur, dan mulia. Suatu keberanian untuk berbuat yang mulia dan menolong orang lain dan menjadi teladan yang baik.
Narkoba adalah zat-zat yang mengubah mood seseorang (mood altering substance). Saat menggunakan narkoba, mood, perasaan, serta emosi seseorang ikut terpengaruh. Salah satu efek yang diciptakan oleh narkoba adalah perubahan mood. Narkoba dapat mengakibatkan ekstrimnya perasaan, mood atau emosi penggunanya. Jenis-jenis narkoba tertentu, terutama alkohol dan jenis-jenis narkoba yang termasuk dalam kelompok uppers seperti Shabu-shabu, dapat memunculkan perilaku agresif yang berlebihan dari si pengguna, dan seringkali mengakibatkannya melakukan perilaku atau tindakan kekerasan. Terutama bila orang tersebut pada dasarnya memang orang yang emosional dan bertemperamen panas.
Ini mengakibatkan tingginya domestic violence dan perilaku abusive dalam keluarga seorang alkoholik atau pengguna Shabu-shabu. Karena pikiran yang terobsesi oleh narkoba dan penggunaan narkoba, maka ia tidak akan takut untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap orang-orang yang mencoba menghalanginya untuk menggunakan narkoba. Emosi seorang pecandu narkoba sangat labil dan bisa berubah kapan saja.
Satu saat tampaknya ia baik-baik saja, tetapi di bawah pengaruh narkoba semenit kemudian ia bisa berubah menjadi orang yang seperti kesetanan, mengamuk, melempar barang-barang, dan bahkan memukuli siapapun yang ada di dekatnya. Hal ini sangat umum terjadi di keluarga seorang alkoholik atau pengguna Shabu-shabu. Mereka tidak segan-segan memukul istri atau anak-anak bahkan orangtua mereka sendiri. Karena melakukan semua tindakan kekerasan itu di bawah pengaruh narkoba, maka terkadang ia tidak ingat apa yang telah dilakukannya.
Saat seseorang menjadi pecandu, ada suatu kepribadian baru yang muncul dalam dirinya, yaitu kepribadian pecandu. Kepribadian yang baru ini tidak peduli terhadap orang lain, satu-satunya hal yang penting baginya adalah bagaimana cara agar ia tetap bisa terus menggunakan narkoba. Ini sebabnya mengapa ada perubahan emosional yang tampak jelas dalam diri seorang pecandu. Seorang anak yang tadinya selalu bersikap manis, sopan, riang, dan jujur berubah total mejadi seorang pecandu yang brengsek, pemurung, penyendiri, dan jago berbohong dan mencuri.
Adiksi terhadap narkoba membuat seseorang kehilangan kendali terhadap emosinya. Seorang pecandu acapkali bertindak secara impuls, mengikuti dorongan emosi apapun yang muncul dalam dirinya. Dan perubahan yang muncul ini bukan perubahan ringan, karena pecandu adalah orang-orang yang memiliki perasaan dan emosi yang sangat mendalam. Para pecandu seringkali diselimuti oleh perasaan bersalah, perasaan tidak berguna, dan depresi mendalam yang seringkali membuatnya berpikir untuk melakukan tindakan bunuh diri.
Perasaan-perasaan ini pulalah yang membuatnya ingin terus menggunakan, karena salah satu efek narkoba adalah mematikan perasaan dan emosi. Di bawah pengaruh narkoba, ia dapat merasa senang dan nyaman, tanpa harus merasakan perasaan-perasaan yang tidak mengenakkan. Tetai perasaan-perasaan ini tidak hilang begitu saja, melainkan ‘terkubur hidup-hidup’ di dalam diri pecandu. Dan saat si pecandu berhenti menggunakan narkoba, perasaan-perasaan yang selama ini ‘mati’ atau ‘terkubur’ dalam dirinya kembali bangkit, dan disaat-saat seperti inilah pecandu membutuhkan suatu program pemulihan, untuk membantunya menghadapi dan mengatasi perasaan-perasaan sulit itu.
Satu hal juga yang perlu diketahui adalah bahwa salah satu dampak buruk narkoba adalah mengakibatkan pecandu memiliki suatu retardasi mental dan emosional. Contoh seorang pecandu berusia 16 tahun saat ia pertama kali menggunakan narkoba, dan saat ia berusia 26 tahun ia berhenti menggunakan narkoba. Memang secara fisik ia berusia 26 tahun, tetapi sebenarnya usia mental dan emosionalnya adalah 16 tahun. Ada 10 tahun yang ‘hilang’ saat ia menggunakan narkoba. Ini juga sebabnya mengapa ia tidak memiliki pola pikir dan kestabilan emosi seperti layaknya orang-orang lain seusianya.
BAB IV
ANALISIS
Di dalam upaya pencegahan, tindakan yang dijalankan dapat diarahkan pada dua sasaran proses. Pertama diarahkan pada upaya untuk menghindarkan remaja dari lingkungan yang tidak baik dan diarahkan ke suatu lingkungan yang lebih membantu proses perkembangan jiwa remaja. Upaya kedua adalah membantu remaja dalam mengembangkan dirinya dengan baik dan mencapai tujuan yang diharapkan (suatu proses pendampingan kepada si remaja, selain: pengaruh lingkungan pergaulan di luar selain rumah dan sekolah).
Jadi remaja sebenarnya berada dalam 3 (tiga) pengaruh yang sama kuat, yakni sekolah (guru), lingkungan pergaulan dan rumah (orang tua dan keluarga); serta ada 2 buah proses yakni menghindar dari lingkungan luar yang jelek, dan proses dalam diri si remaja untuk mandiri dan menemukan jati dirinya.
Say no to drugs! Ini merupakan slogan yang sangat sederhana namun memiliki implikasi yang kompleks terkait dengan harapan yang harus diwujudkan, usaha berikut kebijakannya yang mesti diimplementasikan. Say no to drug, bukan hanya sebuah jargon, ini adalah tanggung jawab organisasi berbasis keagamaan, pemerintah, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), lembaga hukum, serta tanggung jawab kita bersama untuk meningkatkan dan memberdayakan masyarakat kita menuju kehidupan yang sehat baik dari aspek mental, jasmani, maupun spiritual.
Di seluruh dunia banyak program yang didirikan dengan maksud mencegah penyalahgunaan Narkoba, atau untuk mengobati mereka yang terkena narkoba melalui kepercayaan dan praktek-praktek agama tertentu. Pendekatan ini banyak dilakukan di Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya. Di barat, agama tidak begitu menonjol dalam mencegah penyalahgunaan narkoba : namun kita percaya bahwa program-program berbasis keagamaan benar-benar memiliki kepedulian kearah sana.
Sebagai pemimpin agama dan pendidikan, kita menyadari banyak tantangan yang dihadapi generasi muda di negara kita saat ini. Penggunaan obat-obat terlarang termasuk penggunaan alkohol dan produk-produk tertentu. Terus merangkak naik dalam masyarakat terutama para remaja, dan di beberapa tempat, obat-obat terlarang tersebut telah menarik pemuda dalam dunia kejahatan dan kecanduan yang mematikan setiap orang, masyarakat, keluarga dan individu-individu serta penanaman nilai-nilai yang kuat, yang berakar dari kepercayaan agama yang merupakan faktor perlindungan yang efektif guna mencegah dampak pengguna narkoba sebagai tindakan yang beresiko tinggi.
Penyalahgunaan narkoba menyebabkan peningkatan HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome). Kekacauan mental, dan kejahatan yang pada gilirannya merusak sendi-sendi kehidupan sosial. Puluhan bahkan ratusan juta orang telah kecanduan narkoba. Di Indonesia Badan Narkotika Nasional (BNN) menaksir bahwa kira-kira ada 3,2 juta orang yang sudah terjerat ketergantungan Narkotika.
Kendati persoalan narkoba muncul, pemerintahan kita memberi harapan bagi setiap orang, keluarga, masyarakat yang terpengaruh oleh penyalahgunaan narkoba serta yang terkait dengan persoalan kesehatan dan sosial. Riset menunjukkan bahwa kaum muda yang terlibat dalam komunitas keagamaan nampaknya tidak begitu rentan terhadap penggunaan Narkoba.
Indonesia bukan hanya negara perdagangan narkoba, namun juga produsen dan pasar jaringan global yang sistematik dalam industri ini, oleh karena itu dibutuhkan kerja sama sinergis antara pemerintah, LSM, organisasi sosial, untuk mengatakan tidak pada narkoba guna menyelamatkan generasi masa depan kita. Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi muslim moderat terbesar dengan anggota lebih dari 50 juta orang, menaruh prihatin dan perlu mengambil peran dalam mengatasi persoalan ini.
Pencegahan dan pengobatan akibat penyalahgunaan narkoba merupakan persoalan yang komplek yang masih perlu banyak dipelajari tentang apa yang terbaik dilakukan dan oleh siapa, agama tentunya memiliki peran untuk dimainkan, namun materi ajaran agama yang ada belum mencukupi untuk pencegahan dan pengobatan yang efektif, juga ada rumusan bahwa kegiatan berbasis keagamaan dapat diperbaiki dengan beberapa praktik pencegahan yang baik dalam masyarakat kita.
Seperti semua program pencegahan dan pengobatan yang didasarkan pada kebutuhan agama perlu dievaluasi secara hati-hati oleh peneliti yang independen yang menggunakan indikator keberhasilan yang obyektif. Dengan demikian pertukaran pandangan dan pengalaman diantara kita itu penting. Guna memberikan bantuan yang lebih baik bagi mereka yang memiliki persoalan narkoba.
Pesantren juga memberikan peranan yang signifikan dalam persoalan ini. Terlebih pesantren memiliki lebih dari 10 ribu jaringan dengan masyarakat sekitarnya. Karena alasan itulah, pesantren bukan hanya kurikulum berbasis keagamaan, namun juga materi-materi yang meningkatkan kesehatan mental, spiritual, dan jasmani. Ulama, para sarjana muslim, para dokter, universitas dan instansi terkait supaya dapat mencari strategi dan solusi yang riil dalam rangka menyelamatkan generasi muda dari narkoba. Akhirnya, sekali lagi say no to drug dan mari kita tingkatkan pengetahuan kita tentang narkoba.
BAB V
KESIMPULAN
Harapan kami agar di negara kita terutama masyarakat umum menyadari akan bahaya memakai atau mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Oleh karena itu, kita sebagai generasi muda seharusnya harus lebih berhati-hati dalam memilih teman bergaul, sebab jika salah dalam memilih teman lebih-lebih yang sudah kita tahu telah menjadi pecandu, hendaknya kita berfikir lebih dulu untuk bersahabat dengan mereka.
Upaya penanggulangan bahaya Narkoba tidak semata-mata tugas Pemerintah (Kepolisian), tetapi merupakan tugas dan tanggung jawab kita bersama. Untuk itu harus ada upaya terpadu (integrated) dari semua pihak, seperti keluarga, sekolah, masyarakat, ulama, LSM dan Pemerintah untuk bersatu padu mencegah dan memberantas bahaya Narkoba. Masing-masing dapat berperan sesuai bidangnya masing-masing, proporsional dan tidak melanggar rambu-rambu hukum. Mari kita perangi narkoba, selamatkan saudara-saudara kita.
DAFTAR PUSTAKA
Abimayu, Soli dan M. Thayeb Manrihu. Bimbingan dan Penyuluhan Di Sekolah.
Jakarta: CV.Rajawali, 1984.
Budianto.Narkoba dan Pengaruhnya.Bandung: Ganeca Exact, 1989.
Jahar, Asep Saepuddin.Teori Pembelajar Sosio Kultural. Tangerang: Sejahtera Kita, 2010
Sunarto, Kamanto.Pengantar Sosiologi, Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 1993, 2000.
http://episentrum.com/search/teori-teori%20sosialisasi